Eddy Kim "The Manual" |
Sudah lama banget aku nggak nulis. Khususnya nulis di media
online peliharaanku. Aku juga lama banget nggak mbaca. Terutama membaca buku
cetak yang pinjam, dikasih temen, maupun buku curian. Iya, lama banget. Waktuku
banyak yang aku gunakan untuk memenuhi kebutuhan primer sehari-hari, allias
kerja.
Padahal kerjanya juga gak jauh-jauh dari baca, nulis dan
berdiskusi. Ada juga pekerjaan lain yang menyita waktuku, tapi aku nggak mau
ceritakan itu.
Intinya, aku merasa ada yang hilang. Dan setelah aku
cari-cari, yang hilang itu namanya “kesederhaan”. Kesederhanaan membaca
walaupun yang aku baca adalah buku filsafat, buku analitis teoritis, dan buku
seri tesis/disertasi.
Hilang dan memudar juga kesederhanaan menulis. Mulai dari
menulis puisi, cerpen, serta esai. Terus, yang buat rindu itu diskusi-diskusi
yang ndaki-ndaki tanpa kehilangan semangat praksis emansipatorisnya.
Dalam dimensi waktu yang beku, perasaan-perasaan kehilangan
itu menghampiriku. Aku rindu, kangen, plus iri dengan mereka yang bisa membaca,
nulis, dan berdiskusi dengan sederhana. Kangen banget…!!!
Segala kekangenan, kerinduan, keirian dan
kehilangan-kehilangan lainnya kini telah menjelma menjadi tulisan yang alay.
Ya, tulisan ini teman-teman. Kece kan?
Begitu juga dengan judul tulisan ini. Kece banget kan?
“Menulis di Selangkangan Senggang”. Kalau kalian ingin tahu, judul tulisan itu
tidak terinspirasi dari apapun. Ya, pokoknya pas waktunya pengen dan bisa
nulis.
Kalaupun ada, maksud dari “Selangkangan Senggang” adalah di
sela-sela waktu yang senggang. Soalnya, waktu senggangku akhir-akhir ini tak
kugunakan untuk menikmati kesederhanaan. Walaupun ditemani kopi, buku, laptop
dan gitar. Aku masih saja tak bisa menjalankan kebiasaan-kebiasaan yang
sederhana.
Isinya mikir, mikir, dan mikir. Kerja itu kejam, bung. Kamu
harus menyelesaikan target-target pekerjaanmu (masak siiihh…???)
Jika ada keseruan dari bekerja, menyelesaikan target dan
mencapai keinginanmu. Tetap saja, ada yang hilang dari kemegahan jiwa
orang-orang yang ingin hidup sederhana. Karena serumit apapun pikiranmu, tanpa
kesederhanaan, pikiranmu tidak akan sederhana. Betul gak sih?
Tapi, ada satu hal yang membuatku galau.
Ketika aku begitu merasa kehilangan akan kesederhanaan, di
saat itu pula aku membencinya. Aku tidak ingin hidup dengan loyo yang
nyantai-nyantai saja. Karena, sederhana yang seperti itu seperti racun yang
bisa membuatmu menderita, meracunmu di udara, serta menenggelamkanmu di lautan.
Akhirnya, perasaan kehilangan dan kegalauanku ini bersatu padu.
Aku memilih untuk menempuh hidup yang serius sambil santai. Hingga saat kau kan
kembali, kan kukenang di hati saja.
Seperti orang buta yang terus berjalan tanpa tahu dia nanti
akan menabrak sepeda motor. Hidup itu harus dijalani dengan berani dan teliti.
Akan menjadi kekecewaan jika kau berhenti melangkah, yaitu kau tidak akan tahu
rasanya menabrak sepeda motor.
Sudah cukuplah menangis dan tertawa bahagia. Hidupmu akan
dikelilingi kematian-kematian yang tak terduga. Seperti tiba-tiba aku akan
meninggal karena menabrak motor, setelah aku menuliskan semua kata-kata ini.
Entah hidupmu itu menyenangkan, menyedihkan atau biasa-biasa
aja atau yang lainnya,cobalah sekali-kali untuk berbohong kepada diri sendiri
dan kepada orang lain. Kau tidak harus punya alasan untuk berbohong. Cukup
berbohong saja. Nikmatilah segala ketidakberartian ucapan, kata-kata, pikiran
dan tidakanmu. Karena berbohong adalah sebagian dari ketidaknyamanan yang
sejati.
Berbohong dengan berani adalah sebuah prestasi yang tidak
jelas maknanya. Dengan hal itu, kau bisa memahami ketidakjelasanmu. Bahkan kau
juga bisa semakin mengenal yang jelas maupun yang bermakna itu seperti apa.
Kumenatap kehidupan yang tak bisa ditatap oleh oarng buta.
Maka, siallah orang-orang buta dan sial juga aku yang bisa melihat ini.
Dua-duanya bisa sombong, bisa berani dan bisa menabrak sepeda motor.
Andai saja orang-orang buta itu bisa menulis di selangkangan
senggang, aku akan mengabaikan semua keindahan serta penafsiran-penafsiran
filosofis lainnya. andai orang-orang buta itu bisa menemukan alasan mereka
menulis, aku akan berbohong untuk tidak menabrak sepeda motor.
Sesederhana berimajinasi, sesederhana hidup dan mati. Ketika
semuanya semakin hilang dan kembali lagi. Aku perlu membaca, menulis dan
berdiskusi dengan sederhana. Sampai kapanpun sendiri, hingga kau lelah menanti,
hingga kau lelah menangis. Ku tak selalu berdiri, terkadang hidup memilukan.
Saking sederhananya dan rumitnya menabrak sepeda motor,
mataku sudah buta saja seperti selangkangan senggang di malam hari yang
berawan. Aku terdiam di balik hujan.
Komentar
Posting Komentar