Langsung ke konten utama

Catatan Diskusi

UAPM Inovasi, rabu sore, april 2016

Suatu hari saya menemukan (mencari-cari lebih tepatnya) tulisan lama yang pernah saya tulis selama di UAPM Inovasi. Lalu saya menemukan sebuah tulisan tentang catatan diskusi rutinan. Keterangan tanggal file tulisan itu adalah 21 April 2016. Kemudian, saya posting catatan itu di blog ini sebagai kenang-kenangan dan sebagai pemenuhan target satu tulisan satu bulan, hahaha…

Mungkin tulisannya terlihat pendek, kurang jelas dan asal-asalan, ya, jika tidak ingin membaca tidak apa-apa. tapi kalau mau membaca lalu menghujat juga tidak apa-apa, ini tulisannya:

***

Diskusi kali ini dipimpin oleh Desi, seorang anak magang yang mengajukan diskusi tentang logika dan mitologi. Pada awal diskusi, ia membacakan TOR yang berupa kumpulan pengetahuannya tentang Logika dan Mitologi. TOR yang hanya satu halaman itu , menurut saya, tidak menjelaskan secara detail apa yang dimaksud Mitos atau Logika.

Setelah membaca TORnya, Desi lalu berkata “ada yang mau menanggapi?”. Sopran lalu mengambil kasus mengenai penyembahan sapi di India maupun patung. Ia bertanya apakah hal itu termasuk logis atau mitos? Ipe kemudian berkata bahwa Sopran hendaknya memisahkan antara keyakinan dan pengetahuan. Dialog antara Sopran dan Ipe berlanjut seperti dialog benar salah. Apa yang Sopran katakan, Ipe bantah dengan opininya yang lebih masuk akal.

Sesi selanjutnya dilanjutkan oleh Asrur. Ia menjelaskan mitologi di Yunani. Ceritanya berlanjut lama, menerangkan apa saja hal-hal yang termasuk mitos dan mana yang logis. Yang menanggapi ucapannya pertama kali adalah salis. Sopran tak lagi bersuara, Shulhan sekali-kali menguap, Isvi duduk sopan dengan mata mengantuk. Sedang Desi bertanya, Asrur menjawab dengan panjang. Sementara Sulhan memejamkan mata, tertunduk. Sopran sesekali tersenyum merespon ucapan Asrur.

Desi bertanya lagi tentang saktinya dukun dan kiai. Asrur meragukannya, “jika kiai dan dukun begitu sakti mengapa kita kalah saat jaman penjajahan?” Sopran tertawa dan berkata, “kata siapa dulu kita dukun (saat penjajahan)”. Anik berkata bahwa ilmu dukun memiliki masa berlaku.

Anik: “Apakah Mitos akan digantikan oleh fakta?”

#Kata-kata penutup diskusi oleh setiap peserta diskusi:

Bahkan hidup pun akan menjadi mitos (Uswah)

Mending bersanding dengan orang islam walaupun berbeda aliran ketimbang bersanding dengan non muslim (Fajry)

Garis bawah, mitologi bisa terbantahkan dengan adanya fakta empiris yang membantahkan (Luluk)

Mitos tetap mitos (Sulhan)

Adanya perubahan pemikiran kartini setelah mendengar pengajian al-fatihah oleh kiyai Sholeh, di tengah kegalauan itu dia mendapatkan pemikiran baru (Sopran)

Apapun plannya, entah itu rasional, ontologi atau bukan, yang paling bisa beradaptasi adalah yang benar (Asrur)

Cinta adalah relasi dalam ruang yang sunyi tanpa kepentingan apapun di dalamnya, dan karna pengertian sedemikian itu rumit, maka cinta adalah mitos. (Ipe)

Ideal itu mitos (Salis)

Jika mitos dikalahkan fakta, apakah fakta bisa dikalahkan mitos? (Anik)

Cinta, mencintai kembali apa yang telah kau coba lupakan, maka itu tidak akan pernah terjadi (Khalil)

***

Sekiaaan… Seperti itulah catatan diskusi hariannya. Membaca catatan itu membuat sadar bahwa yang namanya “proses” itu ada. Saya merasa kalau waktu itu saya belum bisa mendeskripsikan peristiwa dengan lebih fokus dan detail. Lalu setelah saya terus belajar menulis, membaca dan mengamati, sekarang tulisan saya masih kurang fokus dan detail, hahaha…

Jadi poin pentingnya adalah tidak ada kata berakhir untuk “ber-proses”. Ketika kita merasa semuanya akan berakhir, selesai, gagal dan semua proses harus berhenti, kita perlu istirahat sejenak. Lalu, mungkin kita perlu melihat kalau semua pandangan bahwa proses harus berhenti itu adalah sebuah “proses” juga. Proses itu tidak akan bisa dihentikan, entah kita memilih melanjutkan atau berhenti, sesungguhnya kita tetap berproses. Gimana? Paham gak sih? Wkwkwk…

Oiya, dalam diskusi itu saya lupa kata-kata penutup dari saya apa. Beberapa anak lain tidak memberi kata-kata penutup, seperti Isvi. Saya juga tidak ingat kata-kata beberapa anak selama diskusi seperti Uswah dan Salis, padahal mereka aktif kalau di diskusi. Luluk, Khalil, Fajry teman seangkatanku sebelum negara api menyerang, ketidakrukunan dan ketidakkompakan kita selalu kukenang.

Cukup seru ketika membaca sambil mengenang masa-masa di UAPM Inovasi (maaf kalau anda bukan anak Inovasi). Catatan ini sebenarnya bermula dari sebuah keinginan untuk merawat kultur diskusi. Dengan menulis catatan harapannya setelah diskusi setiap anak tetap bisa memberi komentar, masukan, kritik. Anak yang tidak aktif di dalam diskusi atau yang tidak hadir diskusi pun jadi bisa terlibat dalam pembahasan selama diskusi.

Saya berharap ada yang meneruskan kebiasaan ini (kadang saya juga ingin menuntut). Diantara beribu wacana (istilah lain dari omong doang) latihan menulis, mungkin diskusi juga bisa dijadikan tempat untuk latihan nulis yang menyenangkan. Selain bermanfaat untuk menulis berita dalam mendeskripsikan peristiwa, latihan menulis ini bisa menjadi pelampiasan dari jenuhnya menulis berita yang serba serius itu.

Yap, begitulah. Udah lah ya. Untuk mengakhiri tulisan ini, dengan nada yang bersahaja saya ucapkan salam setengah merdeka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Lain Ibu Pedagang

Malam itu malam yang sebenarnya tak ingin kulalui dengan hal yang merepotkan. Maksudku, jalan-jalan malam, dan ngopi, di sekitar Yogyakarta. Selepas acara, mereka mengajakku, awalnya aku tidak ingin ikut, malas tentunya, tapi aku lupa kenapa tiba-tiba aku ikut. Tempatnya tak jauh, tinggal jalan lurus kea rah timur, lalu sampai, di alun-alun.

Pertanyaan tentang Tulisan

Apakah tulisan yang bagus itu adalah cerita yang ditulis dengan serius? Seperti apa kriteria tulisan yang bagus itu? Bagaimana jika ada sebuah tulisan yang ditulis dengan tanpa serius sama sekali, tapi itu bagus ketika dibaca? Ya, pada akhirnya tergantung apa yang ia tulis, kan? Bagus atau tidaknya itu tergantung memakai pandangan siapa.

Sajak-Sajak Minoritas

Di Masjid yang kau hancurkan Foto: Fatikh Sepotong inspirasi terlukis di dalam hati. Ia menuntun kami ke narasi lain jalan hidup ini. Membentuk cerita-cerita baru untuk kisah-kisah besar yang lama. Hanya narasi lain saja. Kami tetap berpegang teguh pada keyakinan yang Esa. Tetap menjalin harmoni tanpa kekerasan. Menolong sesama, dengan nurani sebagai obatnya. Narasi lain itu berasal dari ketekunan asketis menahan nafsu, membaca buku, dalam sunyi. Lalu kami meneguhkan hati untuk mencintai semuanya, dan tidak membenci siapapun. Love for all, hatred for none .