Langsung ke konten utama

Kau Sudah Meracuniku



Membaca tulisanmu membuatku lebih mengenali diriku yang sendiri dan sepi.

Aku merasa lebih mengenali diriku yang dingin serta diriku yang penuh nafsu.

Kau membuatku meratapi sendiri dan sepiku. Kau juga membuatku menratapi kesedihanmu yang memahamiku.


Kau membuat diriku yang dingin ini berpikir tentang dirinya, apa yang terjadi, apa yang harus dilakukannya?

Kau juga membuat diriku yang penuh nafsu ini melakukan hal-hal yang diinginkannya dengan liar, untuk sebuah kepuasan, mungkin juga hasrat dan kejujuran, dengan sedikit memahami perasaanmu yang sedih.

Kau membuat diriku yang dingin ini berbicara kepada diriku yang penuh nafsu. Kau membuatku ingin belajar menyayangimu.

Tapi diriku yang dingin tak bisa belajar menyayangimu. Ia selalu pergi kemanapun ia ingin (ataupun yang tak diinginkannya).

Lalu diriku yang penuh nafsulah yang pertama kali menyadarkanku untuk belajar menyayangimu. Diriku yang penuh nafsu cemburu ketika kau ingin menjadi heroin untuk dia yang lain.

Diriku yang nafsu cemburu, marah, sedih. Tapi tidak dengan diriku yang dingin, ia mencoba merasa bahwa dia tidak merasakan apa-apa. Dia ingin pergi dari apa yang dia rasakan. Dia ingin pergi ke suatu tempat yang mungkin dia inginkan. Bahkan dia berpikir kalau kepergiannya adalah sesuatu yang baik untukmu.

Dalam kepergiannya, ia kembali berpikir, ia juga gelisah. Apa yang terjadi, apa yang harus dilakukannya? Lalu dia berbicara lagi dengan diriku yang penuh nafsu. Dia sadar, mungkin beginilah caramu supaya aku belajar menyayangimu.

Jika aku tidak menyayangimu, kau akan pergi. Entah kau akan menyayangi yang dia yang lain, atau pergi sendiri. Seperti kehidupan. Jika aku tidak ingin menginginkan makna kegidupan, sesuatu yang penting akan pergi, hilang, mati, selamanya.

Apakah kau masih merasa tersiksa atas keadaan ini? Kurasa aku mulai mengerti. Karena aku juga merasa tersiksa.

Bahkan ketika kita telah berjanji untuk saling menjaga hati, kita telah menertawakan semua itu, menangisinya bersama dan saling marah, aku tetap merasa tersiksa. Kau, masih menyayanginya kan? Kau masih nyaman dengannya kan? Dan mungkin ada hal lain yang akan membuatku tersiksa nanti.

Kau akan sangat tersiksa jika aku terus menanyakannya. Maka aku akan diam. Aku hanya bisa percaya bahwa kau menyayangiku, bahwa kau memilihku.

Aku akan terus belajar menyayangimu. Tapi aku akan diam di satu hal. Aku akan diam, menyembunyikan sesuatu. Yaitu, cara mencintaimu.

Kau sudah memahamiku, kita sudah berjanji untuk menjaga hati, tapi ada cinta dalam diam dariku untukmu. Apakah ini sesuatu yang indah? Entahlah.

Aku akan terus menyayangimu dan terus pergi darimu. Seperti hidup, aku akan terus menginginkan makna kehidupan dan terus tidak menginginkannya. Aku akan menerimamu seperti aku menerima kehidupan dan kematian.

Aku berpikir kalau mati nanti, aku akan kehilangan diriku, dirimu, makna dan yang lainnya. Yang bisa kulakukan selama hidup adalah memahami diriku, mencari makna, dan menyayangimu.

Kau perlu menjadi kuat, kau perlu menghadapi dirimu dan kehidupan (yang sepertinya tak adil) ini. Tapi kau tak perlu berlelah-lelahan untuk menjadi heroinku. Kau sudah meracuniku, sayang. Peganglah tanganku atau peluk aku sebelum aku mati. Dan aku juga akan melakukannya, karena hanya itu yang bisa kulakukan untukmu.

Inilah perasaanku yang bisa aku bagi kepadamu. Kau adalah kehidupan, kau adalah kematian. Aku mencintaimu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Lain Ibu Pedagang

Malam itu malam yang sebenarnya tak ingin kulalui dengan hal yang merepotkan. Maksudku, jalan-jalan malam, dan ngopi, di sekitar Yogyakarta. Selepas acara, mereka mengajakku, awalnya aku tidak ingin ikut, malas tentunya, tapi aku lupa kenapa tiba-tiba aku ikut. Tempatnya tak jauh, tinggal jalan lurus kea rah timur, lalu sampai, di alun-alun.

Memungkinkan Gerakan Bersama Melawan Pembungkaman Kebebasan Pers

World Pers Freedom Day, Malang 3 Mei 2019 Melihat kekerasan terhadap wartawan dari tahun ke tahun begitu mencemaskan. Aliansi JurnalisIndependen (AJI) mencatat ada 81 kasus di tahun 2016, 66 kasus di tahun 2017, 64 kasus di tahun 2018. Entah berapa nanti jumlah kasus di tahun 2019, yang pasti selama januari sampai juni 2019, AJI mencatat ada 10 kasus kekerasan terhadap wartawan. Tentu kecemasan ini tidak dilihat dari jumlah kasusnya yang menurun, tapi dari tiadanya upaya yang konkrit dari pemerintah untuk mencegah dan menyelesaikan kasus kekerasan terhadap wartawan.

Tulisan Kematianku

Aku akan menulis tentang kematianku. Aku mati di depan kampusku, di pagi hari pukul tujuh lewat 40 detik, tanggal dua november 2019. Ketika menyeberang di jalan, aku ditabrak dan dilindas truk dua kali. Yang pertama ban depan, lalu disusul ban belakang. Sebagian isi perutku keluar. Tentu bersama darah yang tumpah jalan. Saking terkejutnya, bola mataku melotot seperti mau keluar. Yang kulihat waktu itu hanyalah truk yang terus semakin menjauh dariku. Lalu semua menjadi gelap.