UAPM Inovasi, jumat sore, oktober 2015 |
Ketika mencari
tulisan-tulisan lama, saya menemukan tulisan pertama saya di UAPM Inovasi tahun
2015. Waktu itu saya masih magang dan belum merokok. Saya menulis berita tentang
konsep Malang Night Market atau Pasar Malam Malang. Untuk memenuhi tugas
diklat, isu ini saya pilih dengan asal-asalan, pokoknya ada isu.
Setelah
selesai menulis dan diedit, ternyata banyak kesalahan tulisan mulai dari ejaan,
tanda baca, susunan kata, kalimat dan paragraf serta konten maupun angle
yang kurang fokus. Jika tidak ingin tersiksa dengan tulisan ini, jangan dibaca.
Tapi kalau mau baca, ya gapapa sih. Ini tulisannya:
***
Salah Konsep, Malang
Night Market Rugikan Pedagang CFD
MALANG (8/3)-Pedagang es krim mochi
menganggap bahwa pemindahan Pedagang Kaki Lima di Car Free Day (CFD) ke Malang
Night Market (MNM) salah konsep. Rencana pemindahan ini ternyata kurang diterima sebagian pedagang. Seperti halnya Ahmad Muzaki
Zamzami, seorang pedagang es krim mochi di kawasan CFD Malang. “Malang Night Market itu sepi, Event Organizer (EO)
nya jelas salah konsep dan lokasinya juga salah konsep,”katanya.
Pada awalnya, pedagang yang
mengisi stan di MNM hanya PKL dari alun-alun Kota Malang. Muhammad Anton
berencana untuk menambah pedagang dari CFD. Hal ini dilakukan berdasarkan Perda Nomor 1/2000 tentang
Pengaturan PKL dan Peraturan
Wali Kota No 580/2000 tentang PKL
yang menjelaskan, Jalan Tenes dan Jalan Semeru harus bersih dari
PKL.
Zaki mengibaratkan pemindahan PKL dari CFD ke MNM itu seperti orang yang
berjualan di pasar yang ramai pembelinya, tapi orang itu dipindahkan ke tempat
yang sepi pembeli. MNM yang
berlokasi di Jalan Kyai H Tamin, dibuka sebagai tempat wisata kuliner malam.
MNM hanya menyajikan berbagai kuliner khas Kota Malang, setiap hari mulai pukul
18.00 WIB hingga 03.00 WIB. Muhammad
Anton berharap Pedagang Kaki Lima (PKL) bisa tertata dengan baik. Ia berharap
wisata Kota Malang semakin terangkat, dan kesejahteraan masyarakat semakin
baik.
Pedagang Es krim
mochi ini mengaku tidak memiliki tempat berdagang, ia memilih CFD sebagai
tempat dagangnya. Menurutnya, CFD merupakan tambak
pasar yang bagus untuk Mahasiswa, sedangkan untuk tambak pasar lain itu tidak
cocok. “disana trafiknya gak bagus, gak bisa menarik pengunjung datang.” Ujar
zaki.
Penulis: Wahyu Agung P
Catatan editor:
1. Cari sumber utamanya.
2. Singkatan kepanjanganya dulu, dalam
kurung singkatan.
***
Gimana? Sudah merasa tersiksa? Hehe…
Berita ini diedit oleh Mbak Hanik, pendamping saya selama magang awal di
Inovasi. Mungkin dia kesal dengan saya karena setelah empat kali editing
hasilnya belum maksimal. Kalau hasilnya maksimal, tulisan ini mungkin bisa
dimuat di Koran temple atau website Inovasi (uapminovasi.com). Kalau sekarang
saya membacanya, ya memang tulisan ini tidak layak muat, ancur lah, wkwkwk.
Pertama, dari judul saja saya sebutkan “rugikan pedagang” padahal yang saya
wawancarai adalah pedagang di Car Free Day yang tidak dirugikan dengan
konsep Malang Night Market. Isi beritanya apalagi, tentu gak ada yang
dirugikan. cuma keluhan saja.
Kedua, sudah
salah narasumber, saya tambah membuatnya jadi tidak relevan dengan mengkritisi Perda Nomor 1/2000 tentang
Pengaturan PKL dan Peraturan
Wali Kota No 580/2000 tentang PKL.
Kelau mengomentari saja gapapalah, tapi di berita itu saya ingin mengkritisi
Perda dan Peraturan Wali Kota, tapi saya tidak mewawancarai pihak yang kompeten
di sana. Malah saya wawancarai seorang pedagang es krim mochi tak berdosa yang
dengan guup saya mintai wawancara. Haduhh…hujat saya, hujat saya netijen yang
cerdas.
Ketiga, saya tidak
mewawancarai pedagang lain. Jadinya muncul kesan bahwa semua pedagang di jagad
semesta Kota Malang dirugikan oleh Perda dan Peraturan Wali Kota itu. “Kenapa
kamu wawancarai satu pedagang? Kenapa gak wawancara pedagang lain? Emang ada
pedagang yang dirugikan? Mana buktinya? Ada gak? Haa haa haa…dasar wartawan
abal-abal, gak nulis berita malah nulis hoaks..” ujar netijen-netijen humas
Pemkot Malang.
Ya, begitulah berita pertama
saya yang saya kerjakan dengan sepenuh nurani. Fiyuuhh…melelahkan. Tulisan ini
sangat mengharukan bagi saya. Sebuah tulisan pertama untuk pijakan
hujatan-hujatan di proses menulis berikutnya. Ya, dihujat, karena di
tulisan-tulisan berikutnya saya mengulang kesalahan yang sama, hahaha…
Setelah menulis berita itu,
saya mencoba menulis berita-berita lain. Ketika outline berita, saya ingat Mbak
Hanik dengan santainya bilang kalau tulisan saya (yang isinya cuma wawancara
satu orang saja) adalah tulisan sampah. Waktu itu saya mau nulis tentang isu
Uang Kuliah Tunggal dan Biaya Ma’had (asrama). Selain Mbak Hanik, ada Mas Ilham
yang menjadi pendamping magang saya. Dua orang itu bilang kalau liputan yang
membahas keuangan itu susah, gak bakal bisa tembus dapat data keuangan. Pihak
keuangan kampus akan bilang kalau data-data keuangan itu privasi.
Mereka berdua lah, pengururs
Inovasi yang membuat saya pesimis bisa menulis berita. Kepada mereka saya
ucapkan saranghae very much. Bukan karena membuat saya jadi optimis, malah
membuat saya jadi pesimis. Lalu kekejaman mereka saya resapi dan hayati
dalam-dalam, kemudian saya balas dendamkan kepada anak-anak magang Inovasi
berikutnya. Wahahaha … (tawa kejam).
Lagi-lagi, saya percaya
bahwa tidak ada kata berakhir untuk “ber-proses”. Dari kesalahan-kesalahan itu
saya bisa terus pesimis dan bisa terus kesal untuk menghujat tulisan-tulisan
yang ancur. Tuisan siapapun itu, termasuk tulisan saya sendiri.
Selain itu, secara tidak
sengaja, saya mulai sering menulis yang berbau-bau hukum. Seperti peraturan
kampus, daerah, menteri, pemerintah, serta isu-isu transparansi, komersialisasi
pendidikan, hukum agrarian, HAM dan lain-lain. Hujatan-hujatan di tulisan
pertama dan outline berita di Inovasi membuat saya sering meragukan kebaikan,
kenormalan, kebijakan dari semua bentuk pemerintahan. Akhir kata, salam
setengah merdeka.
Komentar
Posting Komentar