Aku
akan menulis tentang kematianku.
Aku
mati di depan kampusku, di pagi hari pukul tujuh lewat 40 detik, tanggal dua
november 2019. Ketika menyeberang di jalan, aku ditabrak dan dilindas truk dua
kali. Yang pertama ban depan, lalu disusul ban belakang. Sebagian isi perutku
keluar. Tentu bersama darah yang tumpah jalan. Saking terkejutnya, bola mataku
melotot seperti mau keluar. Yang kulihat waktu itu hanyalah truk yang terus
semakin menjauh dariku. Lalu semua menjadi gelap.
Sebenarnya,
aku sudah meikirkan kematianku sejak lama. Ketika aku memikirkan kematianku,
tiba-tiba rasanya hampa, semakin kupikirkan semakin hampa saja. Namun,
hari-hari setelah itu, aku tak mati. Aku pun selalu membayangkan kematian. Tapi
bukan kematianku saja. Kematian setiap orang yang aku kenal dan yang pernah aku
temui. Ketika di rumah, aku memikirkan kematian ibuku. Ketika ibu mati, pasti
akan susah masak makanan, cuci piring, cuci pakaian, memberi makan ayam, dan
lain-lain. Karena selama ini yang melakukan semua itu, kebanyakan adalah ibu.
Kalau
ayah mati, maka akan susah membiayai hidup keluarga. Tapi sepertinya kesusahan
itu tidak akan lama, karena ada gaji pensiunan ayah. Lalu ketika kakak mati,
pasti akan kesusahan merawat ayah dan ibu yang sudah tua, karena aku masih
kuliah dan adik masih sekolah menengah, sementara kakak sudah kerja. Dan kalau
adik yang mati, pasti ibu dan ayah akan sedih karena mereka sangat menyayangi
anak terakhirnya.
Belum
lagi kalau yang meninggal adalah ayah dan ibu, atau adik dan kakak, atau ibu
dan kakak, atau ayah dan adik. Atau tiga dari mereka. Pasti keadaannya akan
semakin buruk. Ketika harus menguatkan anggota keluarga yang masih hidup untuk
menghadapi semua ini. Tapi aku berpikir, kalau mereka semua mati, itu tidak
akan terlalu buruk karena aku merasa bisa menghadapinya sendiri.
Sedangkan
ketika jalan-jalan, aku melihat seseorang dan saat itu juga aku membayangkan
ketika dia mati. Semua orang yang kutemui, kuajak bicara, atau kulihat saja.
Aku membayangkan ketika mereka mati. Sakit kah, dibunuh kah, kecelakaan kah,
bunuh diri kah? Yang pasti, aku membayangkan mereka ketika mati.
Hari-hari
berlalu, aku tak kunjung mati. Kemudian kudengar kabar ada orang yang mati. Ada
kerabat, ada tetangga, ada teman. Tapi entah mengapa, aku tak begitu sedih.
Apakah perasaanku mulai memudar dan hilang? Apa harus salah satu keluargaku
dulu yang mati baru aku bisa bersedih?
Tapi
kalau dipikir-pikir, kenapa juga harus bersedih? Bukankah semua yang hidup
pasti akan mati? Kenapa tidak diterima begitu saja, kenapa harus takut, kenapa
harus sedih? Lalu aku teringat dengan perkataan salah satu tokoh di anime yang
pernah kutonton. Katanya “kematian adalah hak istimewa manusia”. Ada juga yang
bilang “orang-orang tidak takut mati, tapi mereka takut akan jalan menuju
kematian, jika jalan menuju kematian itu tidak menyakitkan, orang-orang tidak
akan takut kan?”
Oh iya.
Aku terus berpikir dan berpikir tentang kematian, sembari melihat orang-orang
mulai mati. Lalu, rasa takut akan kematian akhirnya kurasakan juga. Ketakutan
itu muncul ketika aku naik motor. Dengan laju yang cepat, bisa saja aku
menabrak dan ditabrak kendaraan lain, tergelincir, atau jatuh ke bawah jurang.
Aku pun selalu berdoa ketika naik kendaraan, berharap supaya aku tidak mati.
Tapi
kecelakaan demi kecelakaan menimpaku, dan aku masih hidup saja. Ketika
sendirian, aku pernah tabrakan dengan motor, saling berhadapan, aku jatuh
terpental tapi tak mati. Ketika membonceng adikku, aku juga menyerempet motor,
tapi yang jatuh hanya adikku saja, adikku juga tak mati, cuma luka gores di
kaki saja. Ketika dibonceng temanku, kami terpeleset lalu jatuh, tubuh temanku
aku tindih, dan tubuhku ditindih motor. Kami tidak mati, tapi cuma luka gores
di kaki.
Entah
menyerempet atau jatuh, aku merasakan hal yang sama. Aku tak merasakan apa-apa.
Entah kenapa setelah semua itu terjadi, aku begitu tenang. Aku cuma takut dan
khawatir kalau ada yang kubonceng atau memboncengku.
Kenapa
ada yang membuatku takut dan khawatir ketika mati? Dan kenapa di sisi lain, aku
tak takut dan khawatir ketika ada yang mati?
Suatu
hari aku menyadari jawaban dari kebingungan-kebingunganku. Ternyata aku hanya
takut atau khawatir dengan kematian orang-orang yang aku kenal saja. Ketika aku
tak mengenalnya, maka aku tidak akan takut atau khawatir, bahkan aku
mengabaikannya. Hal itu aku sadari ketika aku melihat seorang kakek jatuh dari
sepedanya, dari kepalanya keluar darah. Di pinggir jalan terlihat pemuda yang
jatuh dari motornya. Sepertinya ia baru menabrak si kakek.
Aku
dan orang-orang dipinggir jalan menology kakek itu, mengangkatnya dari tengah
jalan ke pinggir jalan. Lalu mencari bantuan supaya dibawa ke rumah sakit. Tapi
aku tiba-tiba pergi, meninggalkan kerumunan itu. aku rasa kakek itu akan
baik-baik saja karena sudah ada orang-orang yang menolongnya. aku naik motorku
lagi lalu pergi.
Tapi
tak jauh dari tempat kecelakaan, kulihat orang-orang sedang sibuk bekerja. Tak
tergerak untuk menolong. Mereka Cuma melihat kakek itu jatuh, ditolong lalu
mereka tetap melanjutkan pekerjaannya. Aku sadar, yang kulakukan sebenarnya
sama dengan mereka. Tidak peduli. Di saat yang sama aku berpikir kalau yang
jatuh itu kakekku, keluargaku kerabatku, kenalanku atau temanku. Pasti aku
tidak akan beranjak pergi. Disepanjang perjalanan, aku memikirkan hal ini terus.
Lalu
aku memutuskan. Karena aku pasti akan mati, aku berharap supaya aku bisa mati
karena menyelamatkan seseorang atau sesuatu yang aku kenal maupun tidak aku
kenal. Dan aku kan puas dengan kematianku.
Kira-kira
begitulah pikiranku tentang kematianku. Walaupun pada akhirnya aku mati tidak
sesuai harapanku. Tak ada yang aku selamatkan. Mati, begitu saja. Ini adalah
tulisan tentang kematianku. Oh iya, Aku akan memberitahu salah satu alasan
kenapa aku ingin menulis. Karena, aku bisa menuliskan apapun yang kubayangkan,
yang tidak mungkin terjadi di dunia nyata.
Aku
berterimakasih kepada siapapun yang sudah membaca tulisan ini. Dan sekedar
informasi, tulisan ini jujur dari apa yang aku rasakan dan pikirkan. Hanya
saja, ada yang bisa dibilang bohong, yaitu tulisan di paragraph ke dua. Tulisan
itu adalah kebohongan, karena peristiwanya belum terjadi. Tulisan ini aku
selesaikan pada tanggal 17 juni 2018 pukul 10.13 malam.
Silahkan
tidak percaya, kecewa, sedih atau senang dengan tulisan ini, aku menerima
semuanya. Tulisan ini sungguh-sungguh atau tidak, itu para pembaca yang
menentukan. Kalau pembaca menganggap tulisan ini sungguh-sungguh, aku mohon
untuk tidak terlalu serius, biasa-biasa saja ya. Kalau pembaca menganggapnya
tidak sungguh-sungguh, aku ingin mengatakan kalau sejak awal yang menciptakan
kehidupan dan seisinya itu mungkin juga tidak sungguh-sungguh.
Aku juga
menerima bantuan dari siapapun untuk membantuku mati. Entah sesuai apa yang aku
inginkan atau tidak.
Komentar
Posting Komentar