Langsung ke konten utama

Pertanyaan tentang Tulisan



Apakah tulisan yang bagus itu adalah cerita yang ditulis dengan serius? Seperti apa kriteria tulisan yang bagus itu? Bagaimana jika ada sebuah tulisan yang ditulis dengan tanpa serius sama sekali, tapi itu bagus ketika dibaca? Ya, pada akhirnya tergantung apa yang ia tulis, kan? Bagus atau tidaknya itu tergantung memakai pandangan siapa.

Ada pandangan bagus menurut para penulis yang tulisannya dianggap bagus, unik, maupun berdampak lebih. Penulis-penulis yang tulisannya bagus biasanya menjadi inspirasi bagi para penulis lain untuk membuat tulisan yang bagus juga. Setidaknya ada yang dipercaya tentang bagaimana criteria-kriteria yang bagus itu.
Dan sepertinya perlu dipertanyakan juga, mengapa tulisan itu disebut bagus, mengapa kriteria-kriteria itu bisa menjadi dasar penilaian bagus tidaknya sebuah tulisan? Mengapa perlu dipertanyakan? Ya, supaya tahu aja alasannya. Soalnya akan repot juga kalau kita tidak tahu mengapa sebuah tulisan itu di sebut bagus, atau kita hanya berkata tulisan itu bagus ya karena bagus saja.

Tapi, kalau sudah tahu alasannya lalu apa? Mau membuat tulisan yang bagus juga? Lalu setelah bias membuat tulisan yang bagus apa? Senang, bahagia, sudah di situ saja? Atau terus menulis, terus belajar, lebih banyak membaca, lebih banyak berdiskusi, mengikuti lomba, menjadi penulis yang dibayar? Atau berhenti menulis, mencoba hal lain selain menulis yang lebih menyenangkan? Pilihan selalu ada di tangan masing-masing memang.

Memamng benar yang namanya pilihan selalu ada di tangan, walaupun ada yang mengikat kita dalam beberapa hal. Entah itu agama, keluarga, masyarakat, budaya, bahkan diri sendiri, kita selalu punya pilihan. Masalah bagi orang-orang yang terikat adalah, apakah kita tahu kalau sebenarnya kita memiliki pilihan itu? Kalau sebenarnya kita mampu memilih dan melakukan apa yang benar-benar kita inginkan. Sepertinya ini harus diperhatikan oleh setiap penulis. Ia menulis karena itu yang ia inginkan, bukan karena tekanan sesuatu di luar penulis yang memaksanya menjadi mesin penulis.

Tentu, tak semua penulis yang menulis karena tekanan sesuatu diluar dirinya itu membuat si penulis menjadi mesin penulis. Ada juga penilaian bagus terhadap tulisan yang seperti itu, karena ia lebih memperhatikan hal diluar dirinya, bukan hanya dirinya sendiri. Satu langkah di depan, yang lebih maju dari para penulis lainnya, sepertinya. Tapi pertanyaan apakah penulis itu benar-benar ingin menulis seperti apa yang ia tulis itu, penting untuk terus ditanyakan? Untuk apa? Untuk memperjelas, mencegah sesuatu yang mutlak dan total, sehingga hal itu bisa mendominasi hal lainnya.

Bukan berarti sebagai penulis harus selalu bertanya, sehingga tak pernah mencapai sesuatu yang jelas. Seluruh pertanyaan tentu boleh diabaikan, ketika pertanyaan itu tak relevan, untuk membuat si penulis berkembang. Namun ketika penulis merasa bisa berkembang dengan satu hal dan menolak berkembang dengan cara lain, itu kiranya juga kurang bisa dianggap benar. Selalu menerima hal baru mungkin satu bentuk kejujuran terhadap keterbatasan kita untuk menyimpulkan segala sesuatu yang kita ketahui. Kata orang, semakin kita tahu, semakin kita tak tahu. Ya, kita tidak tahu tentang segala hal kan?

Kalau kita merasa tahu, lalu pengetahuan itu untuk apa? Betu Tanya seorang penulis. Dan kita sepertinya tak bisa mengabaikannya. Mengapa? Bukan hanya karena semua penulis tak tahu dan tak menganggap pertanyaan itu penting, tapi karena tak semua orang bisa mengakses dan mendapatkan pengetahuan yang sama dengan kita. Banyak orang yang tak mampu, bukan karena sekedar tak mampu, tapi dibikin tak mampu. Sehingga selalu ada pertanyaan yang seakan-akan mengajak. Apa yang harus kita lakukan sebagai penulis ketika ada masalah seperti ini?

Untuk selanjutnya bisa direnungkan, atau diabaikan. Penulis memang sudah mati ketika tulisannya dibaca kan? Ya, mungkin ini hanyalah pertanyaan penulis untuk membenarkan kemalasannya, ketika ia malas mengikuti aturan untuk menulis, malas mencari data, malas mikir, analisa dan omong kosong lainnya. Maksudnya, ketika ada pertanyaan tulisan bagus itu yang seperti apa? Apa harus ditulis dengan serius? Sebenarnya ini cuma pembenaran untuk tak menulis dengan serius. Dari pembenaran itu, ya jadilah tulisan ini. Tulisan yang isinya pertanyaan-pertanyaan tidak jelas yang boleh dibaca, dipahami, direnungkan, dan diabaikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Lain Ibu Pedagang

Malam itu malam yang sebenarnya tak ingin kulalui dengan hal yang merepotkan. Maksudku, jalan-jalan malam, dan ngopi, di sekitar Yogyakarta. Selepas acara, mereka mengajakku, awalnya aku tidak ingin ikut, malas tentunya, tapi aku lupa kenapa tiba-tiba aku ikut. Tempatnya tak jauh, tinggal jalan lurus kea rah timur, lalu sampai, di alun-alun.

Sajak-Sajak Minoritas

Di Masjid yang kau hancurkan Foto: Fatikh Sepotong inspirasi terlukis di dalam hati. Ia menuntun kami ke narasi lain jalan hidup ini. Membentuk cerita-cerita baru untuk kisah-kisah besar yang lama. Hanya narasi lain saja. Kami tetap berpegang teguh pada keyakinan yang Esa. Tetap menjalin harmoni tanpa kekerasan. Menolong sesama, dengan nurani sebagai obatnya. Narasi lain itu berasal dari ketekunan asketis menahan nafsu, membaca buku, dalam sunyi. Lalu kami meneguhkan hati untuk mencintai semuanya, dan tidak membenci siapapun. Love for all, hatred for none .