Langsung ke konten utama

Jatuh



Digiring ke jurang teori, dibekali mimpi-mimpi
Sang anak terdiam memandang gelapnya jurang
Kemejanya dirapikan
Sepatunya diusap
Bukunya ditenteng
Ia melangkah, menjatuhkan diri ke lubang
Tapi kakinya tersandung batu
Ia jatuh, jatuh, dan jatuh

Sambil jatuh, ia membiasakan diri
Dilihatnya baik-baik kegelapan itu
Terus dilihat, sampai ke ngarainya
Ia lirik juga tempat ia terjatuh
Cahayanya semakin kecil dan kecil

Ia segera membuka bukunya
Tapi bukunya tidak ada
Ia raba-raba kemejanya
Tapi kemejanya juga tidak ada
Ia remas kepalanya
Tapi kepalanya tidak ada

Ia tidak merasa jatuh lagi
Hanya ada gelap

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Lain Ibu Pedagang

Malam itu malam yang sebenarnya tak ingin kulalui dengan hal yang merepotkan. Maksudku, jalan-jalan malam, dan ngopi, di sekitar Yogyakarta. Selepas acara, mereka mengajakku, awalnya aku tidak ingin ikut, malas tentunya, tapi aku lupa kenapa tiba-tiba aku ikut. Tempatnya tak jauh, tinggal jalan lurus kea rah timur, lalu sampai, di alun-alun.

Pertanyaan tentang Tulisan

Apakah tulisan yang bagus itu adalah cerita yang ditulis dengan serius? Seperti apa kriteria tulisan yang bagus itu? Bagaimana jika ada sebuah tulisan yang ditulis dengan tanpa serius sama sekali, tapi itu bagus ketika dibaca? Ya, pada akhirnya tergantung apa yang ia tulis, kan? Bagus atau tidaknya itu tergantung memakai pandangan siapa.

Sajak-Sajak Minoritas

Di Masjid yang kau hancurkan Foto: Fatikh Sepotong inspirasi terlukis di dalam hati. Ia menuntun kami ke narasi lain jalan hidup ini. Membentuk cerita-cerita baru untuk kisah-kisah besar yang lama. Hanya narasi lain saja. Kami tetap berpegang teguh pada keyakinan yang Esa. Tetap menjalin harmoni tanpa kekerasan. Menolong sesama, dengan nurani sebagai obatnya. Narasi lain itu berasal dari ketekunan asketis menahan nafsu, membaca buku, dalam sunyi. Lalu kami meneguhkan hati untuk mencintai semuanya, dan tidak membenci siapapun. Love for all, hatred for none .