Assalamualaikum
wr. wb.
Di
sela-sela rutinitas kita yang menjenuhkan seperti kuliah, kerja, sholat dan
ngaji, ternyata masalah kepemilikan lahan (bahasa kerennya kasus agraria) terus
ada dan berlipat ganda.
Apa
itu kasus agraria? Singkatnya kasus agraria adalah segala permasalahan tentang
kepemilikan tanah, biasanya yang terjadi itu antara masyarakat dengan
perusahaan. Seperti yang saat ini sedang terjadi (lebih tepatnya hari kamis 12
april 2018) di Tamansari, Bandung. Masyarakat yang menolak pembangunan rumah
deret dipukuli dan diserang oleh polisi yang alasannya mau mengamankan.
Masyarakat, mahasiswa, dan anak SMA pun jadi korban.
Begitu
juga di Kulon Progo, Jogjakarta. Masyarakat yang menolak pembangunan bandara
juga harus dipukul, dan diserang oleh polisi. Lagi-lagi alasannya demi
mengamankan. Harus
diketahui memang, INDONESIA SEDANG DARURAT AGRARIA. Kita bisa cek di internet,
google, atau media sosial. Cek Instagram @tamansarimelawan dan
@jogja_darurat_agraria baca captionnya lihat fotonya tonton
videonya.
Kasus
Agraria Lain
Ada
juga kasus agraria lain. Mungkin kita tahu, konflik agraria antara masyarakat
dengan pabrik kapas sintesis PT Rayon Utama Makmur di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Maupun kasus agrarian di malang selatan.
Ada
kasus agraria terkait kejelasan status kepemilikan tanah di Desa Kalibakar,
Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang. Tanah ini masih belum jelas status
kepemilikannya, apakah milik masyarakat atau justru milik PT Perkebunan
Nusantara (PTPN) XII Kalibakar.
Lalu,
mengenai pemberlakuan sistem perhutanan sosial yang masih menerapkan sistem bagi hasil dan berbagai bentuk intimidasi yang diterima oleh masyarakat. Sajian
khusus ini berangkat dari kisah petani di Wonogoro, Kabupaten Malang. Selain
itu ada juga dampak kebijakan revitalisasi pasar tradisional terhadap pedagang,
salah satunya Pasar Terpadu Dinoyo.
Kalau
bicara data, dalam Catatan Akhir Tahun 2017 yang diluncurkan Konsorium
Pembaharuan Agraria (KPA). Sebanyak 208 konflik agraria telah terjadi di sektor
ini sepanjang tahun 2017, atau 32 persen dari seluruh jumlah kejadian konflik.
Sektor properti menempati posisi kedua dengan 199 (30%) jumlah kejadian
konflik. Posisi ketiga ditempati sektor infrastruktur dengan 94 konflik (14%),
disusul sektor pertanian dengan 78 (12%) kejadian konflik.
Seterusnya
sektor kehutanan dengan jumlah 30 (5%) konflik, sektor pesisir dan kelautan
sebanyak 28 (4%) konflik, dan terakhir sektor pertambangan dengan jumlah 22
(3%) kejadian konflik yang terjadi sepanjang tahun 2017. Dengan begitu, selama
tiga tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (2015-2017), telah terjadi
sebanyak 1.361 letusan konflik agraria.
Pertanyaan
untuk kita…
Dari
segudang masalah agraria yang ada dan semakin berlipat ganda ini, muncul tiga
pertanyaan bagi kita semua. Pertama bagaimana sikap kita? Kedua, apa yang harus
kita lakukan? Dan, apa dampak dari sikap kita?
Jawabannya
memang ada di dalam diri dan nurani kita masing-masing. Apakah kita akan
mengabaikan masalah ini, masalah tanah yang menjadi tempat kita berpijak dan
hidup? Jika tidak, marilah pertama-tama kita berdoa untuk mengiringi usaha
kita, apapun itu, dengan memberitahukan masalah ini ke teman, orang tua, dosen,
guru kita. Kita sebarkan informasi di media sosial.
Dan
jika kita masih memiliki kesehatan, alangkah baiknya kita ikut berjuang bersama
mereka-mereka yang terus peduli terhadap tanah, lingkungan, dan kehidupan kita.
Atau jika tak bisa ikut berjuang, kita bisa menandatangani petisi maupun
memberi donasi kepada teman-teman kita yang sedang berjuang di daerahnya.
Tentunya
ini bukan paksaan, ini juga bukan ajakan untuk menjadi aktivis, ajakan untuk
demo atau berjuang sampai kiamat. Ini hanyalah ajakan untuk tidak bersikap diam
terhadap masalah yang terjadi di sekitar kita, di lingkungan kita, dan yang
menimpa saudara-saudara kita. Ini adalah ajakan kepada kita semua untuk
bertanya kepada hati nurani kita. Masihkah ia ada?
Sekian,
terimakasih sudah menyempatkan membaca.
Wassalamualaikum
wr. wb
*Tulisan Ini adalah pengantar untuk diskusi "Lingkungan Adalah Kita, Selamatkan Lingkungan, Selamatkan Kita" di Launcing Majalah INOVASI edisi XXXIV
Komentar
Posting Komentar