Gemercik
air keran wastafel kumainkan pada 06.30 pagi. Aku menyikat gigi dan mencuci
muka, lalu bersiap-siap untuk melanjutkan forum Sekolah Filsafat yang kami
mulai pada malam sebelumnya. Teman-temanku terlihat masih tidur, ada yang tidur
di kamar, ada yang tidur di ruang forum tanpa kasur, ada yang di luar forum
tapi dengan kasur. Aku kaget ketika melihat pak pemateri, Mas Topik de Kikie,
tidur di ruang forum, tidak di kasur. Teman-temanku maupun aku tidak menyadari
hal ini, hahah… Yaa, beginilah kami, anak UAPM Inovasi memperlakukan seniornya.
Materi
pada pagi itu adalah lanjutan dari materi filsafat rasionalisme yang sudah
dibahas tadi malam. Sebagai panitia, aku membantu temanku, Luluk Khusnia untuk
membuat kopi, the, menyiapkan camilan dan mendistribusikan semuanya ke forum.
Cukup sederhana forumnya, dengan satu pemateri di depan yang menyampaikan
materi, dengan peserta yang duduk lesehan sambil melingkar.
Walaupun
forumnya sederhana, dengan 15 peserta, Sekolah Filsafat tetap seru,
menegangkan, dan menyenangkan. Yang bisa datang di Sekolah Filsafat adalah
Irva, Gita, Lukman, Bety, Misbakh, Elsa,
Syams, Novia Asrur, Zumroh, Desy, Dwi, Shulhan, Riyan, Ana, Zahra. Sementara
Ichul, Faisal, Inyong, Gilang, tidak bisa datang karena alasannya
sendiri-sendiri.
Di
sisi lain, dengan forum yang sederhana ini, aku jadi tidak terlalu repot untuk
menyiapkan mniuman dan makanan, seperti panitia Sekolah Filsafat tahun
sebelumnya. Ketika forum sudah berjalan, dan setelah aku mendistribusikan
minuman dan makanan, aku istirahat di luar forum sambul memainkan gitar.
Tiba-tiba
kenangan dua tahun lalu muncul di benakku. Tak seperti sekarang, dua tahun yang
lalu Sekolah Filsafat lebih ramai. Ya, pesertanya lebih ramai, panitianya juga,
gak cuma dua lah. Senior-senior juga banyak yang datang, sambil traktir
makanan juga. Ramai maksimal pokoknya. Persiapannya pun lebih matang dari yang
sekarang, bendera Inovasi nya gak kebawa lah, gak ngasih info ke senior-senior
lah. Yaah, gimana lagi, life must go on kan? Apapun yang terjadi,
dinikmatri saja.
Aku
jadi semain tertarik untuk mengingat peristiwa-peristiwa selama dua tahun
terakhir. Setelah Sekolah Filsafat, hal paling mengenang adalah keluarnya
teman-temanku yang jumlah awalnya 30 menjadi 6 orang ketika memasuki kepengurusan
baru. Pengurus waktu itu melihat banyaknya anggota baru atau anak magang yang
keluar sebagai sebuah kesalahan karena Sekolah Filsafat diadakan di awal ketika
anak magang masuk. Jadi, Inovasi terlihat seperti organisasi filsafat bukannya
jurnalistik. Hal ini menjadi evaluasi kalau Sekolah Filsafat lebih baik ditaruh
di tengah atau akhir kepengurusan saja.
Walaupun
dengan anggota yang sedikit, Inovasi tetap berjalan. Tradisi membaca, menulis
dan berdiskusi terus dijaga. Ya, walaupun aku merasa ada penurunan semangat
menjaga tradisi ini dari tahun sebelumnya.
Dari
segi membaca dan diskusi, memang tak diwajibkan untuk membaca buku-buku
tertentu, tapi proses untuk membaca, menulis maupun berdiskusi selalu mengalami
kendala yang hampir sama. Selain masalah utama seperti malas, sibuk kuliah,
organisasi lain, atau kerja. Ada masalah lain yang sebenarnya sangat dekat dan
susah untuk diselesaikan. Yaitu bagaimana berkomunikasi, mengajak, dan
menyalurkan pengetahuan ke anak magang.
Menjadi
catatan buruk ketika anak magang tak mampu menyelesaikan tugas buletin mereka
di tahun pertama. Di tahun kedua mereka pun harus menyelesaikannya bareng dengan
anakk magang yang baru lagi.
Beberapa
masalah internal organisasi juga menjadi kendala sendiri. Konflik antar
pengurus yang menguras waktu lama untuk diselesaikan, berdampak pada keluarnya
beberapa pengurus. Kondisi anak magang tak begitu diperhatikan. Selain itu,
Sekolah Filsafat juga tak diadakan selama dua kkepengurusan. Kepengurusan yang
pertama karena ada anggota yang mengalami musibah. Sementara di kepengurusan
kedua karena kurangnya persiapan di akhir kepengurusan dan berbenturan dengan deadline
majalah.
Kenapa
kendala-kendala itu selalu muncul? Kenapa selalu ada yang keluar? Kenapa susah
sekali untuk menjaga tradisi membaca, menulis dan berdiskusi? Apakah ada yang
selama ini tak kusadari yang harusnya diselesaikan? Harus dengan cara apa?
Mungkinkah dengan cara itu semua akan terselesaikan? Ahh…aku jadi ngelantur.
Masa
lalu memang ada untuk dikenang saja, yang kulihat saat ini adalah kehidupan
yang terus berlanjut menuju masa depan. Selalu ada yang pergi begitu pula,
selalu ada yang datang. Mungkin taka da yang namanya awal atau akhir, yang ada
hanyalah proses. Dimana proses bukan tentang bertahan atau keluar, buka juga
hanya di satu tempat saja. Proses adalah semua tentang menerima, menolak,
datang, bertahan, pergi, hidup dan mati.
Kesusahan
dan kendala yang bertubi-tubi memang aku hadapi ketika teman-temanku mulai
pergi, satu per satu. Salah satu cara untuk menghibur diri adalah dengan
menganggap semuanya itu tantangan. Ya, semua kendala dan beban-beban itu aku
jadikan tantangan yang seru. Kadang menertawakannya di saat ngobrol atau ngopi
bersama teman-teman. Ya, menertawakan penderitaan. Hahaha…
Untuk
teman-teman dan senior-senior yang sempat meninggalkan kami sampai di sini,
terimakasih. Karena kalian, kami bisa merasakan apa yang namanya keecawaan dan
keputusasaan. Kalian sudah mengajari kami bagaimana caranya menghadapi masalah
yang selalu datang dengan sebuah cara, yaitu menghadapinya bersama-sama,
seadanya.
Ada
keberuntungan dan ada ketidakberuntungan. Kami tahu ini seperti mustahil dan
susah, untuk melawan rasa malas atau kendala lain seperti kesibukan-kesibukan
di luar organisasi. Tapi kami akan selalu berusaha. Hmm, tapi kami akan selalu
berusaha. Kalau dipikir, kata-kata itu lumayan bagus untuk dijadikan status whatsapp.
Lamunanku berhenti ketika anak-anak memintaku mengisi jajan yang habis dan
membuatkan kopi lagi. Gitar kutaruh di lantai, aku bergegas untuk menggunakan
alat produksi dan menghasilkan produk, lalu mendistribusikannya untuk
dikonsumsi
*Tulisan ini pertama kali diterbitkan di Grup Facebook "Staf Magang & Pengurus UAPM INOVASI 2015"
Komentar
Posting Komentar