Dulu, kakek saya pernah
bertanya, “apa bedanya ilmu dengan harta?” Saya tak menjawab, bingung. Firasat saya mengatakan, kakek pasti punya jawaban yang tidak biasa. Dan benar dugaan saya,
katanya “kalau harta, yang harus melindungi itu kamu. Tapi ilmu, ilmulah yang
akan melindungimu”.
Suatu ketika saya mulai suka
membaca buku, saya sedikit penasaran dengan sampul, judul, isi, dan bentuknya
yang mudah digenggam. Saya membaca beberapa buku, awlnya sebuah novel. Kemudian
aku mencoba untuk berbicara, mengungkapkan apa isi buku yang saya baca.
Kebetulan di kampus –tempat saya melarikan diri dari rumah– ada orang-orang yang kegiatannya menulis, membaca
dan berdiskusi. Mereka biasanya berbicara tentang hak, kebebasan, kemerdekaan,
perlawanan, juga pembelaan terhadap mereka yang tertindas. Bersama orang-orang
ini, saya mualai sedikit bermanfaat unuk membaca, menulis, dan berdiskusi.
Sampai ketika saya membaca sebuah buku, saya tahu bahwa kita masih perlu
belajar untuk jujur dan tidak sombong.
Bersama orang-orang ini, saya semakin sadar bahwa kata-kata kakek itu benar. Bersama orang-orang pintar ini,
saya tahu bahwa salah satu ilmu yang mereka berikan, tak semempesona seperti di
awal ketika saya mendengarnya. Mereka menamai ilmu itu jurnalisme kritis.
Jujur saja, mereka adalah
Lembaga Pers Mahasiswa. Bergerak di bidang jurnalistik, menulis kebenaran,
memantau kekuasaan, dan membela rakyat. Tapi, menurut saya mereka salah kaprah
dalam mendoktrin teman-teman barunya. Nama mereka adalah UAPM Inovasi.
Karena saya tidak ingin
bertele-tele dalam tulisan ini, saya akan langsung ke intinya saja. Jadi,
kesalahan mereka yang pertama adalah membuat-buat istilah tentang jurnalisme
kritis. Perlu diketahui kalau jurnalisme kritis itu bukanlah sebuah genre
jurnalisme. Ia hanyalah perpaduan antara jurnalisme dengan teori kritis dari
aliran filsafat mazhab kritis.
Saya menekankannya ke dalam
istilah “genre”, karena setahu saya ketika jurnalisme itu digabung dengan kata
lain setelahnya, maka itu dianggap sebuah genre. Karena dianggap sebuah genre,
ia harus memiliki metode atau tenkis tertentu (yang berbeda dengan genre
lainnya) dalam proses pemberitaannya.
Kedua, demi mengukuhkan
jurnalisme kritis sebagai salah satu genre jurnalisme, mereka membandingkan
jurnalisme kritis dengan jurnalisme positivis. Nah, istilah jurnalisme
positivis ini juga bukan sebuah genre jurnalisme. Kalau kita belajar filsafat
mazhab kritis, kita akan tahu bahwa perbandingan antara positivis dan kritis
ini mengacu pada penolakan para pemikir di mazhab kritis terhadap filsafat/ilmu
positivis. Kenapa ditolak? Bagi pemikir mazhab kritis, ilmu positivis telah
gagal membawa kesejahteraan kepada manusia. Memang ilmu positivis telah
melahirkan kemajuan dalam peradaban manusia. Adalah teknologi yang memberikan
kemudahan manusia dalam mencapai tujuannya. Namun, ilmu positivis menyebabkan
kerusakan lingkungan, juga ketimpangan sosial. Sekian saja ya, untuk cerita
lengkapnya bisa baca-baca sendiri tentang filsafat mazhab kritis ini.
Jadi, hal ini juga terjadi
dalam konteks jurnalisme. Bedanya, kalau jurnalisme positivis dan kritis ini
lebih ditekankan pada pembuktian kriteria-kriteria beritanya. “Apakah ini
berita kritis atau positivis?” orang-orang UAPM Inovasi bersabda demikian.
Sayangnya sabda ini malah membuat penekanan bahwa seakan-akan jurnalisme itu
kalau nggak positivis ya kritis. Hal ini diperkuat ketika ada satu orang
yang berkata, “nggak ada LPM lain di Malang ini yang memakai jurnalisme
kritis”. Celakanya, saya bangga dan percaya begitu saja.
Kesalahan ketiga, dan ini
kesalahan terakhir yang saya ketahui. Kesalahan ini adalah kesalahan yang
paling fundamental, karena menyangkut esensi dari seorang jurnalis/wartawan.
Penekanan istilah jurnalisme kritis telah menyalahi kodrat seorang wartawan –yang
katanya sih– kalau “wartawan boleh salah, tapi wartawan tidak boleh berbohong”.
Ya, UAPM Inovasi telah berbohong, tentang jurnalisme kritisnya. Maksud saya
berbohong ini bukan hanya soal jurnalisme kritis yang bukanlah sebuah genre
jurnalisme. Ada yang lain.
Jurnalisme kritis telah
mengklaim pandangan terhadap fakta, media, posisi wartawan, juga berita. Bahwa fakta
merupakan konstruksi atas realitas, media adalah agen konstruksi, berita hanyalah
konstruksi dari realitas. Padahal pandangan itu sebenarnya adalah sebuah pandangan
kaum konstruksionis. Kenapa saya bisa tahu? Saya baca bukunya Eriyanto yang
berjudul Analisis Framing. Setelah membaca buku Analisis Framing, saya sadar
bahwa ada kemiripan antara isi buku itu dengan modul Diklat Jurnalistik Tingkat
Dasar UAPM Inovasi. Penjelasan tentang fakta, media, posisi wartawan, dan
media, kabeh podo plek, kopas. Cuman, kata konstruksionis
diganti dengan kata kritis.
Tunggu sebentar, jangan emosi
dulu. Memang ada pakar yang menyamakan antara pandangan konstruksionis dan
kritis, ada juga yang membedakannya. Saya tahu ini ketika membaca kata
pengantar di buku Analisis Framing yang ditulis oleh seorang dosen, saya lupa
namanya. Tapi, orang-orang UAPM Inovasi yang telah mengklaim pandangan
konstruksionis, itu adalah fakta.
Kemudian saya bertanya, kenapa
yang terjadi adalah klaim beserta doktrin ini terus dipertahankan? Bukan
memperjelas apa itu jurnalisme kritis atau sekedar jujur kalau modul itu hasil
klaim dan kopas? Atau mungkin bisa dijelaskan kalau metode peliputan dan
proses pemberitaan jurnalisme kritis itu mirip dengan genre jurnalisme advokasi
maupun jurnalisme alternatif.
Kalau mereka bilang bahwa
jurnalisme kritis adalah jurnalisme yang emansipatoris, memihak kesadaran
nurani, membela kaum yang termarjinalkan. Jurnalisme advokasi maupun jurnalisme
alternatif juga memiliki penekanan yang demikian, cuma beda di luas lingkup
pemberitaannya. Saya tahu ini semua dari membaca, lalu saya menulisnya. Jika
menurut pembaca ada kesalahan dalam tulisan ini, pembaca bisa membalas tulisan
ini. Dengan tulisan atau lisan, pokoknya mbaca.
Jadi selama ini aku dibohongi wkwk
BalasHapusJOIN NOW !!!
BalasHapusDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.name
dewa-lotto.cc
dewa-lotto.vip