Sudah
tiga ronde Luis kalah dalam permainan catur melawan Albert. Albert menantang
Luis lagi, ia merasakan kemajuan dari strategi catur Luis, tapi Luis
menolaknya. Ia sudah bosan, dan ia berjanji akan mengalahkan Albert di waktu
lain. Kemudian mereka melanjutkan bincang-bincang terkait buku yang mereka
baca.
Sebelum
memulai bercerita, Albert meminum kopi, menaruhnya lalu bertanya, “tapi,
setelah diikir-pikir lagi, bagaimana bisa kau merubah sistem sosial yang bagimu
dekaden ini dengan buku yang kau baca itu?”
“Nietzsche,”
Luis membenarkan, “sepertinya kau memang belum pernah mendengar seseorang yang
mengutip Nietzsche, dan temanmu yang baik ini akan memberikan pencerahan
padamu.”
“Ohh...sampai
sebegitu cerah kah?”
“Jadi
Nietzsche pernah menulis dalam aforismenya tentang persahabatan bintang-bintang,
kira-kira seperti ini. Biarlah perahuku berlyar dan perahumu juga berlayar,
di samudera yang luas, di mana orang-orangnya adalah monster, dan kita jadikan
bintang bintang itu sebagai pedoman kita berlayar, biarkan bintangku
membimbingku, dan bintangmu membimbingmu, kalau kita suatu saat bersimpangan
jalan, itu kehendak bintang-bintang, tapi tidak memaksakan untuk berkomunitas,
bersama.”
Albert
paham, namun ia sulit memedakan mana yang kutipan mana yang pendapat Luis
sendiri. Ia agak kesal. “Kau sepertinya sudah menyatu dengan pikiran Nietzsche,
sampai sampai aku tak tahu mana kutipan yang asli.”
“Haha,
maaf Albert, sepertinya aku menunjukan kebiasaanku yang belum kau ketahui.”
“Hah,
baiklah-baiklah, lanjutkan saja ceritamu.”
“Nietzsche
membayangkan tentang sebuah komunitas, yang isinya adalah orang-orang singular.
Mereka memiliki kasamaan paham di mana etika mereka berbeda dengan etika pada
umumnya. Etika yang tidak percaya terhadap yang empati, yang berbaik-baikan.”
“Maksudmu
ini berkaitan dengan manusia sejati dalam ceritamu yang sebelumnya?”
“Ya,
dan bagaimana menurutmu?”
“Masuk
akal. Dan sepertinya aku benar-benar harus membaca Nietzsche. Dan aku akan
bercerita sekarang.”
“Seperti
yang aku katakan sebelumnya, ini cerita tentang persahabatan para pencuri, dan
aku akan bilang padam kalau cerita ini bukan dari buku.”
Luis
tak menanggapi. Tersenyum saja dia.
“Ceritanya seperti
ini. Di sebuah kota yang tidak terkenal, jauh dari perhatian masyarakat umum,
lahirlah sebuah kelompok kriminal. Mereka lahir dari rasa marah terhadap dunia
yang telah membuang mereka. Ya, memang kota itu disebut sebagai kota
pembuangan. Sampah salah satunya. Bagi mereka, dunia telah mencuri semua yang
ada di kota itu. Aku sendiri memahaminya seperti kesejahteraan dan keadilan. Kemudian
entah dengan latihan seperti apa mereka menjadi kelompok kriminal yang kuat,
terkenal dengan kekejiannya. Mereka membunuh, membantai, demi mencuri apa yang
berharga dari dunia yang telah mencuri semua milik mereka. Ceritaku selesai.”
“Hei,
apa ini? Kau masih seperti biasanya, mengisahkan satu hal dengan
pelitnya. Sekarang apa yang sedang kau rencanakan, Albert? “
“Aku
ingin mengaitkan ceritaku dengan karanganmu yang tadi. Jadi seperti ini, jika
aku lihat sekilas dari penjelasanmu, Nietzsche ini berpikir begitu dalam, dan
juga berbeda dari kebanyakan orang.” Albert diam sejenak lalu melanjutkan.
“Komunitas yang kau bilang tadi jika didengar dan dipahami orang-orang, tentu
tidak akan diterima dan diabaikan begitu saja. Alasannya kau pasti sudah tahu.
Maksudku, selama ini aku bertanya bagaimana cara mengkomunikasikan pikiran yang
dalam itu kepada orang-orang selain kita, kepada semua orang. Nah, cerita
tentang persahabatan para pencuri itu aku maksudkan sebagai solusi dari pertanyaanku
sendiri. Ketika satu hal tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, maka yang muncul
adalah pembunuhan. Satu hal yang ditolak oleh hampir semua orang karena itu
adalah tindakan yang tidak manusiawi. Terkadang para pemikir bisa lelah, bukan
karena pikirannya, tapi karena dia tidak dipahami.”
Luis
menangapi. “Ya, kau benar. Dunia memang tumbuh dari kematian yang tidak ada
hentinya. Jika aku mencoba menjadi seorang sejarawan, aku pasti akan setuju
dengan solusimu. Tapi kematian kadang sulit dipahami, bukan karena
ketidakmampuan manusia. Tapi secara alami akan lebih bersedih atau abai dengan
kematian daripada memikirkannya. Solusimu di satu sisi berhasil, tapi, aku
memahami itu hanya sebuah bentuk dari sesuatu yang menyentuh batin. Tentu kau
tidak ingin mendengar keputusanku akhirku kan?”
mereka terdiam dalam 5 detik yang panjang. Apa yang mereka bicarakan sepertinya telah berbenturan dengan satu hal yang tak pasti apakah itu. Lalu Albert berkata, “tentu.
Karena keputusan akhir itu tidak pernah ada. Jadi kita hanya harus terus
berusaha, dalam pikiran dan tindakan. Dan bagaimana jika kita bahas hal ini
besok saja. Sepertinya senja sudah mulai lelah menyinari.”
Luis
tertawa. “Ada apa ini, kau jadi puitis?”
“Aku
sedang membaca puisi sekarang.”
“Tapi
tidak apa-apa, karena kau mulai tertarik dengan hal yang di luar rutinitasmu.”
“Tentu
saja.”
“Sebelum
kembali ke rutinitas kita masing masing, aku ingin bertanya. Siapa sebenarnya
kita ini?”
“Pembaca
buku yang menikmati senja dengan segelas kopi?”
“Menurutku,
kita adalah orang-orang yang tidak tahu, apakah kita orang yang baik atau orang
yang jahat.”
Mereka
kembali ke rutinitas masing-masing. Pulang, dan bertemu lagi tiga bulan
kemudian.
Komentar
Posting Komentar