Di
sebuah warung kopi yang berhadapan dengan sungai, dua pemuda sedang duduk,
menikmati senja, sembari menikmati kopi. Dua pemuda itu adalah Luis dan Albert.
Mereka berdua memiliki hobi yang sama, yaitu membaca. Mereka bersahabat. Mereka
sedang berbicara tentang novel yang mereka baca terakhir kali. “ Kekecewaan
ternyata cukup menarik, apa kau percaya itu, Albert?” Luis memulai, “seperti
kisah seorang anak yang mencoba bunuh diri hanya karena tidak bisa menerapkan
makna dari buku yang dia baca ke dalam perilakunya sehari-hari.”
“Aku
akan percaya jika akhir ceritanya adalah sebuah ironi,” Albert menanggapi,
“nah, buku apa yang sedang kau baca Luis?”
“Lilitiunia
karya Jerry Hans, aku mendapatkan pandangan baru tentang bagaimana menjalani
hidup yang lebih menarik.”
“Aku
yakin yang sedang kau pikirkan adalah tentang sebuah kehancuran sebuah sistem.”
“Seperti
biasa kau bisa menebak pikiranku, bagaimana kalau kapan-kapan kita bermain
catur?”
“Mungkin
setelah tiga bulan kau bisa mengalahkanku, tapi dalam satu hari aku akan
mengalahkanmu lagi, dan lebih baik kau ceritakan lagi buku itu, belum waktunya
kita bermain-main.”
“Seperti
biasanya lagi kau selalu percaya diri, Albert. Baiklah, aku akan menyampaikannya
dalam beberapa kalimat saja. Willy nama anak itu, pada suatu sore dia bertemu
dengan paman pinto di toko bukunya. Seperti biasa, Willy meminta rekomendasi
buku untuk dibaca setiapkali dia selesai membaca sebuah buku. Paman Pinto
menunjukan buku karya Jefferson Reits berjudul Pangeran Jerman kepada
Willy. Willy tak bertanya apa isi buku itu, dia langsung pulang untuk membaca
buku itu di kamarnya.”
“Namun
tak seperti buku-buku yang biasa dibacanya, yang selalu dapat dia temukan
maknanya dan mampu untuk merefleksikan makna itu, buku itu membuat Willy gelisah,
dia mengerti makna buku itu tapi tak mampu merefleksikannya. Buku itu
menyampaikan pesan tentang keharusan manusia untuk menjadi manusia sejati,
dengan cara manusia harus menolak semua nilai-nilai yang ada di dalam
kehidupan, seperti nilai agama, sosial, budaya, dan menggantikannya dengan
penilaian yang diciptakan oleh diri sendiri. Selama berhari-hari, Willy berada
dalam kegelisahan batin, walaupun dia dapat menyembunyikan kegelisahan itu
dengan wajah palsunya, tapi dia tidak dapat menyembunyikan kenyataan bahwa buku
itu mengalahkannya.”
“Willy
sudah berusaha untuk tidak beribadah lagi, untuk tidak mementingkan
kepeentingan orang lain daripada diri sendiri, untuk tidak mengikuti
kebiasaan-kebiasaan hidup yang ada di lingkungannya. Tapi Willy tak berhasil
melakukannya semuanya. Dia takut terhadap penilaian buruk masyarakat kepada
dirinya, di saat yang sama dia kecewa kepada dirinya sendiri yang lemah dan tak
berdaya.”
“Walaupun
cerita ini menggambarkan ironi yang kontradiktif, entah kenapa aku lebih tertarik
dengan bagian kekecewaannya.” Luis memotong ceritanya sendiri.
Albert
meminumkopi,kemudian berkata “kau punya selera yang unik, Luis, terkadang aku
tidak memahaminya. Lalu bagaimana akhir ceritanya? Dia berhasil bunuh diri?”
“Sebaliknya,
Albert, dia membunuh Paman Pinto, atau lebih tepatnya Paman pinto yang memaksa
Willy untuk membunuhnya. Awalnya Paman Pinto mencegah Willy bunuh diri, tapi
kemudian Paman Pinto menunjukan video ketika dia membunuh ibu Willy. Willy
terkejut, berteriak, menangis histeris. Lalu, dengan cepat Willy mengarahkan
pisau ke perut Paman Pinto.Paman Pinto diam tak bergerak, darah bercucuran, dia
tergeletak. Willy membuang mayat Paman Pinto ke sungai.”
“Nah,
kau sudah bisa menebak siapa sebenarnya Paman Pinto ini kan?” Tanya Luis.
“Iya,
sudah terlihat jelas. Saking jelasnya, aku sampai tahu kalau cerita itu kau
sendiri yang membuatnya, itu adalah kisah pribadimu kan, William Luis?”
“Ah,
ketahuan ya, haha, Lilitiunia, Jerry Hans, Pinto, Jefferson Reits, Pangeran
Jerman, aku mengarang semuanya, tidak ada yang nyata, yang nyata hanyalah,
kematian Orang Tuaku, dan Nietzsche.”
“Inilah
yang sering tak kupahami dari dirimu, walaupun aku tahu arah pembicaraanmu,
tapi aku tidak tahu dari mana kau memulainya tanpa kau memberitahuku.”
“Kau
terlalu banya berpikir, Albert, yang menyebabkan diriku menjadi seperti ini
hanyalah keinginan untuk mengetahui, itu saja,” Luis diam sejenak lalu
melanjutkan, “Tapi, terkadang aku juga tak memahai diriku sendiri, kau pasti
bingung kan, Albert?”
“Aku
selalu mencoba untuk terbiasa.”
“Cerita
ini, adalah usahaku untuk menyelesaikan satu masalah, satu pertanyaan tentang
bagaimana merubah sistem sosial yang penuh dengan dekadensi ini menjadi sistem
yang unggul, di mana masyarakatnya bisa menerima kritik dan belajar darinya,
walaupun kritik itu membunuh dirinya sendiri. Karena nilai manusia berasal dari
kehendak bebasnya, dan kehendak bebas itu seperti orang yang berhasil keluar
dari kegelapan tak berujung yang menenggelamkannya. ”
“Kurasa
aku juga harus membaca Nietzsche, tapi sebelum itu aku ingin bermain catur
sebentar denganmu, ada hal bagus yang ingin aku tunjukkan.”
“Apa
aku menginspirasimu?”
“Seperti
biasanya, Luis. Seperti biasanya.”
“Baiklah,
ayokita mulai permainannya. Tapi sebentar, kau belum menceritakan buku apa yang
kau baca, Albert.”
“Aku
akan menceritakannya sambil bermain catur. Mungkin kau akan tertarik, ceritanya
tentang persahabatan kelompok pencuri.”
Albert
kemudian meminjam papan catur kepada pelayan, dan mereka mulai bermain catur.
Sembari menikmati kopi, sembari bercerita, ketika senja.
Komentar
Posting Komentar