Langsung ke konten utama

Prinsip Verifikasi yang Diabaikan Times Indonesia

Ada yang tidak baik-baik saja ketika membaca berita di timesindonesia.co.id yang berjudul “Peringati May Day, Aliansi Rakyat Malang Protes Kebijakan Jokowi – JK”. Sekilas, berita yang terbit pada tanggal 1 mei 2018 itu menjelaskan kondisi rakyat Indonesia tertindas oleh kebijakan presiden Jokowi dan apa yang menjadi tuntutan Aliansi Rakyat Malang.

Bagi pembaca yang tidak datang ke lokasi aksi, mungkin dia akan melihat kalau itu murni berita. Tapi, bagi saya berita itu tak lebih dari parafrasa Press Release yang dikeluarkan Aliansi Rakyat Malang. Kenapa saya bilang seperti itu? Ya karena saya datang ke lokasi aksi dan baca Press Releasenya sendiri.


Coba saja lihat sendiri, ini penampakan halaman timesindonesia.co.id:








Kemudian ini penampakan Press Releasenya:




 
Bisa dilihat dan diteliti sendiri, kemiripan dari berita timesindonesia.co.id dan Press Release Aliansi Rakyat Malang dari gambar-gambar itu.


Kemiripan itulah yang menjadi alasan saya mengatakan kalau berita timesindonesia.co.id tak lebih dari parafrasa semata. Apalagi, berita itu tidak mencantumkan kalau informasi yang disampaikannya bersumber dari Press Release.


Selain itu ada keraguan lain yang membuat saya berpendapat seperti itu. Nama narasumber yang disebutkan di berita timesindonesia.co.id adalah Putut Agra. Padahal nama aslinya adalah Putut Prabowo. Sementara Agra adalah singkatan dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria. Agra juga disebutkan di lembaga yang tergabung dalam Aliansi ini. Coba lihat lagi di berita timesindonesia.co.id maupun di Press Releasenya.


Kenapa saya tahu nama Asli Putut dan kepanjangan Agra? Dan kenapa saya bisa yakin kalau berita timesindonesia.co.id itu tak lebih dari parafrasa semata? Jawabannya, karena saya adalah salah satu panitia aksi, saya kenal Putut Prabowo, dan Press Release itu yang buat adalah saya bersama teman saya dari Instrans Institute.


Ketika pertama mengomentari berita timesindonesia.co.id ini di grup whatsapp Aliansi Rakyat Malang, Putut hanya membalas dengan emoticon tertawa, dan tak terlalu mempermasalahkan hal ini. Tapi saya, yang juga belajar jurnalisme di pers mahasiswa ini merasa kalau hal ini adalah satu masalah serius. Apa yang dilakukan wartawan timesindonesia.co.id mencerminkan bentuk jurnalisme yang menghamba pada kecepatan, tidak jujur dengan sumber berita, dan mengabaikan prinsip verifikasi.


Mempertanyakan ke Editor timesindonesia.co.id

Dua hari setelah aksi Hari Buruh Internasional, saya bertemu dengan editor timesindonesia.co.id, Yatimul Ainun di Alun-Alun Malang. Waktu itu bertepatan dengan aksi Hari Kebebasan Pers se-Dunia pada 03 Mei 2018. Kebetulan Yatimul juga datang di aksi itu.


Kemudian setelah aksi selesai, saya mendatangi Yatimul dan menanyakan pemberitaan di timesindonesia.co.id yang saya sebut parafrasa itu.


Menurut Yatimul Ainun, dia mendapat press release dari salah satu anggota Aliansi Rakyat Malang. Yatimul menunjukkan pengirim dokumen Press Release (dalam bentuk word) di Whatsapp nya kepada saya di. Ketika melihat foto pengirim itu saya tahu kalau dia adalah salah satu anggota Malang Corruption Watch (MCW) yang juga tergabung dalam aliansi.


“Kalau ini tidak menyebutkan dari release itu tidak melanggar etik ya. Tapi kan dalam jurnalistik tidak diharuskan seperti itu. Kenapa? Karena secara otomatis yang mengirim itu memberikan sepenuhnya kepada media. Karena wartawan kita di lapangan juga membuktikan hal itu,” Ujar salah satu anggota Aliansi Jurnalis Independen itu.


Fahrudin juga memberi kontak dengan nama Putut Agra. Nah, dari sini menjadi jelas kenapa nama yang dicantumkan di berita timesindonesia.co.id adalah Putut Agra. Dugaan saya, wartawan timesindonesia.co.id tidak memverifikasi kebenaran nama itu. Yatimul Ainun sebagai editor pun juga tidak memverifikasinya.


“Kalau nama kita sesuaikan dengan apa yang ada di release, saya kurang ngecek apakah ada yang tidak sesuai atau apa, tapi kita sudah menyampaikan dengan apa yang ada di release,” kata Yatimul.


Di Hari Kebebasan Pers se-Dunia itu saya juga meminta tanggapan dari Mbak2 aji dan Eko Widianto dari Aliansi Jurnalis Independen. Menurut mbak2 aji, seharusnya wartawan timesindonesia.co.id melakukan konfirmasi kepada narasumber dan menyebutkan sumber informasinya. “Apa salah seperti itu? Gak juga, tapi itu menjadi sikap yang tidak baik” katanya.


“Kadang ada yang pemalu mengakui. Ya itu kesalahan tapi kesalahannya kategori ringan. Tidak verifikasi, tidak kredibel.” Eko menanggapi.


Eko melihat kalau wartawan timesindonesia.co.id memiliki kecenderungan untuk melakukan hal seperti itu. Eko pun menyayangkan apa yang dilakukan Yatimul. “Sebagai teman satu lembaga ya saya cuma bisa mengingatkan,” ucap Eko.


Praktik jurnalisme yang dilakukan media saat ini tak selalu patuh pada prinsip jurnalismenya sendiri. Informasi yang disampaikan media bisa salah, seperti yang dilakukan timesindonesia.co.id. Dan seyogyanya timesindonesia.co.id segera berbenah dan memperbaiki diri. Karena fungsi pers adalah menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat. Bila informasi yang disampaikan itu salah, kepercayaan masyarakat terhadap media akan menurun.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Lain Ibu Pedagang

Malam itu malam yang sebenarnya tak ingin kulalui dengan hal yang merepotkan. Maksudku, jalan-jalan malam, dan ngopi, di sekitar Yogyakarta. Selepas acara, mereka mengajakku, awalnya aku tidak ingin ikut, malas tentunya, tapi aku lupa kenapa tiba-tiba aku ikut. Tempatnya tak jauh, tinggal jalan lurus kea rah timur, lalu sampai, di alun-alun.

Pertanyaan tentang Tulisan

Apakah tulisan yang bagus itu adalah cerita yang ditulis dengan serius? Seperti apa kriteria tulisan yang bagus itu? Bagaimana jika ada sebuah tulisan yang ditulis dengan tanpa serius sama sekali, tapi itu bagus ketika dibaca? Ya, pada akhirnya tergantung apa yang ia tulis, kan? Bagus atau tidaknya itu tergantung memakai pandangan siapa.

Sajak-Sajak Minoritas

Di Masjid yang kau hancurkan Foto: Fatikh Sepotong inspirasi terlukis di dalam hati. Ia menuntun kami ke narasi lain jalan hidup ini. Membentuk cerita-cerita baru untuk kisah-kisah besar yang lama. Hanya narasi lain saja. Kami tetap berpegang teguh pada keyakinan yang Esa. Tetap menjalin harmoni tanpa kekerasan. Menolong sesama, dengan nurani sebagai obatnya. Narasi lain itu berasal dari ketekunan asketis menahan nafsu, membaca buku, dalam sunyi. Lalu kami meneguhkan hati untuk mencintai semuanya, dan tidak membenci siapapun. Love for all, hatred for none .