Langsung ke konten utama

Kepulangan yang Mencemaskan

Aku bersyukur diberi laptop, uang, makanan, tempat tidur, kasih sayang dengan gratis, tak perlu membayar dengan uang. Walaupun aku tak tahu harus bersyukur kepada siapa, aku ragu apakah aku ini pantas bersyukur, ketika tak semua orang memiliki apa yang aku miliki. Jika aku bersyukur, bukannya sama saja aku menyukuri yang namanya ketidakadilan? Ya, di satu sisi itu terlihat muluk-muluk atau idealis. Tapi mau tak mau, begitulah yang aku pikirkan. Silahkan tidak dipercaya.

Kira-kira, itulah satu paragrap yang bisa mengawali ceritaku. Di juni yang dingin, aku pulang ke rumahku yang ada di Trenggalek. Aku meninggalkan sementara waktu Kota Malang yang lebih bising dan dingin. Saat aku menulis ini, pukul 12.59, lalu aku melihatnya berganti 01.00. Malam. Ada empat suara yang aku dengar, lantunan alquran di masjid depan rumah, gemuruh televise di bawah, suara malam yang sunyi, suara “tik tik tik” laptop dan sesekali suara kendaraan lewat di jalan depan rumah. Ohh, lima ternyata. Paragrap ini selesai jam 02.03.

Mataku sudah berat untuk dibuka, selalu ingin tertutup. Ngantuk. Capek emang rasanya. Ada empat tahap kecapekanku hari ini. Pertama, ketika di malang, aku menulis dua berita untuk bulletin pers mahasiswa, hampir tak tidur. Hari pertama tidur 4 jam (jam 4 sampai jam 8 pagi), sedangkan hari kedua 5 jam (jam 2 sampai jam 7 pagi). Untung ada R yang mau memberikan tumpangan tidur, ngopi, cuci muka, pipis, ngisi baterai laptop dan gawai, rokoan dan mokel. Dan untung saja Ibu kosnya baik hati. Paragrap ini selesai jam 01.09.

Tahap kedua, perjalanan pulang ke rumah. Dari jam 2 siang lebih, sampai rumah jam 6.15 malam, lalu aku makan, istirahat sebentar, pergi ke masjid untuk sholat isya dan tarawih 21 rakaat. Sedangkan tahap ketiga, ini yang parah, aku main futsal dari jam 9.30 sampai jam setengah 12 malam. Dan capek yang keempat adalah menulis cerita ini entah sampai jam berapa. Paragrap ini selesai jam 01.12.

Bagiku, yang lebih menyedihkan dari kecapekan ini adalah kecemasan. Kecemasan ketika pulang. Mulai dari deadline bulletin yang belum selesai, strategi advokasi transparansi dana, persiapan diklat, isu majalah yang belum tersentuh, belum lagi merekatkan kekeluargaan. Itu semua untuk organisasi yang aku ikuti, pers mahasiswa. Ada juga target target menulisku yang aku tunda. Banyak sekali, ada di laptop di satu folder. Ada juga yang barukutulis tapi berenti di tengah jalan karena aku melupakannya. Sial, menyedihkan sekali. Sekarang, hal-hal menyedihkan itu coba aku buat tidak menyedihkan. Dengan menyelesaikan satu saja cerpen untuk keluarga baruku, di sana ada D dan Z.

Kecemasan-kecemasan lain pun tak mau kalah. Tentang keluarga, tetangga, teman yang kulihat dengan mataku yang sekarang. Keluarga menanyakan kenapa pulangnya lama, ngapain aja, tinggal berapa bulan kuliahnya? Yah, entah siap nggak siap, aku jawab saja, pulang lama karena ada tugas tulisan yang harus terbit, kuliahnya mau daftar proposal skripsi, yang terpenting dari selesai kuliah ya mikirin nanti kerja dimana. Walaupun itu sebenarnya hanya kata-kata, yang tiba-tiba muncul, dan bisa hilang kapan saja. Tapi itu kata-kata yang jujur. Paragraph ini selesai jam 01.25 dan mataku semakin susah melek.

Aku melihat ada harapan yang begiitu besar dari keluargaku kepadaku. Mungkin mereka ingin aku sukses. Tapi, apa yang mereka harapkan aku coba wujudkan dengan caraku sendiri, yang mungkin cara ini mencemaskan dan mengecewakan mereka. Tapi itu selama aku tak bisa membuktikan dan mewujudkannya. Maka dari itu aku menjawab dengan apa adanya, tapi tak semuanya, kalau tidak mereka tanyakan. Paragraph ini selesai pukul 1.29.

Selain keluarga, aku melihat teman-temanku yang seumuran denganku, yang sudah tak terlihat lagi. Kebanyakan kerja, (saat aku menulis ini, tiba-tiba datang sosok yang wajahnya sedang mengantuk menanyaiku, kenapa tidak tidur? Itu ibuku. Dan kujawab, aku masih mengetik), ada yang kerja di bengkel, ada yang entah kerja apa di luar kota, ada yang jadi polisi, dan ada yang tidak kerja. Setelah selesai sekolah menengah atas/kejuruan, ia belum kerja, masih di rumah, menunggu lebaran selesai lalu keluar rumah rencananya. Paragrap ini selesai pukul 01.35.

Kira-kira apa lagi?

Oiya, karena ini salah satu target nulisku di keluarga baruku, ini nanti akan dibagikan ke mereka. Dan mungkin D dan Z akan menanggapi hal-hal substansial seperti, apa ini bisa disebut cerpen? Atau menanyakan hal-hal detail di tulisan ini, entah apa, atau hal-hal yang tidak aku pikirkan sebelumnya. Itu semua asusmsi saja. Memang, harusnya aku nulis cerpen. Tapi ini juga cerpen menurutku. Kriteria setiap orang berbeda kan? Jika ada pertanyaan yang detail, aku mungkin akan malas menjawab. Kalau tanggapan ya gak perlu kujawab juga kalau itu sekiranya tidak perlu dijawab. Jika ada pertanyaan yang tidak aku pikirkan sebelumnya, aku akan melakukan hal yang sama. Menjawab dengan hal yang tidak mereka pikirkan sebelumnya. Mungkin akan seru. Paragrap ini selesai puukul 01.44.

Tapi semua itu mungkin hanya angan. Aku kan tidak punya paketan untuk bermain media sosial. Ah, liat nanti aja.

Lagi-lagi mataku sudah susah untuk melek. Kakiku berselimut sarung. Di kiriku ada hem batik warna apa aku tak tahu, antara putih, abu-abu dan coklat. Sebelah kananku ada tas laptop, tas kecil, gelas plastic, bukunya Dazai Osamu yang diberikan D, jeruk, uang sepuluh ribu, kerajinan kayu yang bentuknya seperti kepiting, dan botol aqua 1500 mili liter. Paragraf ini selesai pukul 01.50. ketika menulis paragraph ini, aku dengar suara kakakku berjalan ke rumah sambil berbicara dengan temannya, sampai masuk rumah dan berbicara dengan ibu.

Besok, oh tidak, nanti, aku akan mencoba menghadapi kecemasan-kecemasanku di rumah. Tentang target yang ada di malang antara pers mahasiswa dan skripsi. Juga bersih bersih rumah, halaman, cuci baju, baca alquran, baca buku, menulis, main ke rumah keluarga dan tetangga. Ada juga hal lain seperti melakukan hal bermanfaat bagi orang-rang di sekitar rumah. Aku ingin menumbuhkan kesadaran masyrakat akan hak-haknya, berbagi cerita, ilmu, dan pengalaman pas di malang, bertemu penulis-penulis nggalek.co, membuat perpustakaan rakyat, juga wawancara untuk liputan majalah. Paragrap ini selesai pukul 01.58.

Waktu sudah menunjukkan 01.59, aku tak tahu mau nulis apa lagi. Mungkin aku akan lanjutkan membaca bukunya Daza Osamu. Atau aku akan makan sahur. Taua aku kan tidur. Eh, waktu sudah menunjukkan 02.00. hmm, aku pun masih mengetik dan tak tahu mau apa. Ohh ini saja. “Menulis adalah bekerja untuk keabadian” Pramoedya. Paragraph ini selesai pukul 02.00, dengan jumlah kata 1009. Lalu terdengar suara masakan di dapur dan alaram sahur. Aku harus menghadapai kecemasan-kecemasan itu, aku tak boleh kalah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Lain Ibu Pedagang

Malam itu malam yang sebenarnya tak ingin kulalui dengan hal yang merepotkan. Maksudku, jalan-jalan malam, dan ngopi, di sekitar Yogyakarta. Selepas acara, mereka mengajakku, awalnya aku tidak ingin ikut, malas tentunya, tapi aku lupa kenapa tiba-tiba aku ikut. Tempatnya tak jauh, tinggal jalan lurus kea rah timur, lalu sampai, di alun-alun.

Pertanyaan tentang Tulisan

Apakah tulisan yang bagus itu adalah cerita yang ditulis dengan serius? Seperti apa kriteria tulisan yang bagus itu? Bagaimana jika ada sebuah tulisan yang ditulis dengan tanpa serius sama sekali, tapi itu bagus ketika dibaca? Ya, pada akhirnya tergantung apa yang ia tulis, kan? Bagus atau tidaknya itu tergantung memakai pandangan siapa.

Sajak-Sajak Minoritas

Di Masjid yang kau hancurkan Foto: Fatikh Sepotong inspirasi terlukis di dalam hati. Ia menuntun kami ke narasi lain jalan hidup ini. Membentuk cerita-cerita baru untuk kisah-kisah besar yang lama. Hanya narasi lain saja. Kami tetap berpegang teguh pada keyakinan yang Esa. Tetap menjalin harmoni tanpa kekerasan. Menolong sesama, dengan nurani sebagai obatnya. Narasi lain itu berasal dari ketekunan asketis menahan nafsu, membaca buku, dalam sunyi. Lalu kami meneguhkan hati untuk mencintai semuanya, dan tidak membenci siapapun. Love for all, hatred for none .