Seorang pria berjalan di bawah sinar matahari, di tanah
yang dipenuhi rerumputan. Ia berhenti di sebuah bukit, memandang ke depan, dan
ia lihat pedesaan yang tidak terlalu ramai. Jarak antara pedesaan dan dirinya cukup
jauh, tapi ia tetap melanjutkan perjalanan menuju perkampungan itu. “Inilah,
awal mulanya,” ujarnya padadiri sendiri.
Dalam perjalanannya, ia bertemu dengan seorang petani. “Mau
kemana kau, anak muda? Sepertinya kau bukan orang desa Kukurin,” tanya si
petani.
“Anda benar, pak tua, aku mau ke desa tempat tinggal anda,
apakah anda mau pulang ke desa di depan sana?” ujar pria itu sambil menunjuk ke
arah depan. Si petani memandang arah yang ditunjuk oleh pria itu, tapi ia
memasang wajah kebingungan. “Apa maksudmu, anak muda? Aku tidak pernah tahu
kalau di depan ada desa, desa kukurin, desaku, ada di arah sana,” ucapnya sambi
menunjuk arah belakang pria itu.
Pria itu merasa heran setelah mengetahui bahwa desa yang
dilewati sebelumnya adalah desa si petani. “Apa? Lalu, apa yang anda lakukan di
sini?” tanya pria itu. “Aku sedang mencari obat untuk menyembuhkan penyakit
anakku, anakku sakit batuk, sudah empat hari belum sembuh, dan aku sudah
mendapatkannya, sekarang aku mau pulang. Apa kau masih akan melanjutkan
perjalananmu, anak muda, memang ada gerangan apa kau pergi ke desa itu?” ujar
si petani.
“Sebenarnya aku ingin mengunjungi setiap daerah di neggeri
ini, aku ingin berkelana sambil berbagi kebaikan,”.
“Oh, jadi kau adalah seorang pengelana, baiklah anak muda,
lanjutkanlah perjalananmu, dan aku akan melanjutkan perjalananmu,” si petani
hendak pergi.
“Baiklah, terimakasih, oh iya, aku sebelumnya melewati desa
yang kau sebutkan tadi, tapi aku tidak melihat ada orang-orang di sana, apakah
ada kebiasaan di desa anda yang tidak aku ketahui?”
Si petani tertawa,” tidak ada kebiasaan apapun anak muda,
keluargakulah satu-satunya yang ada di sana. Aku adalah petani. Kami baru
pindah dari tempat yang gersang, kami baru tiba kemarin sore, jika kau melewati
desa itu di pagi atau sore hari, mungkin karena alasan itulah kau tidak melihat
orang-orang atau kami”.
“Oh, jadi seperti itu. Baiklah bapak petani, aku akan
melanjutkan perjalananku, maaf jika aku mengganggu waktumu”.
“Tidak apa-apa, anak muda, lagi pula pertemuan kita
hanyalah kebetulan saja, jadi tidak ada yang salah.”
“Mungkin anda benar bapak petani, tapi aku yakin bahwa
pertemuan ini sudah direncanakan oleh Tuhan, pasti ada suatu kebaikan dari
sebuah pertemuan ini, baiklah, aku pergi dulu, semoga anakmu cepat sembuh, dan
semoga kita bisa berjumpa lagi”.
Si petani terdiam, lalu berkata, “iya, anak muda,
terimakasih.”
Mereka berpisah, menempuh jalan masing-masing.
Pria yang melanjutkan perjalanannya itu sampailah di desa
yang dilihatnya dari atas bukit sebelumnya. Desa itu nampak ramai dengan
orang-orang, tapi semua orang di desa itu sibuk dengan kegiatan yang dilakukan
di sekitar rumahnya masing-masing. Tidak ada orang yang berlalu-lalang di
jalan, anak-anak juga hanya bermain di sekitar rumah. Krtika pria itu berjalan
melewati rumah-rumah itu, semua orang, dalam waktu empat detik memandang pria
itu. Setelah empat detik, orang-oarang kembali ke kegiatannya masing-masing.
Tapi ada juga yang masih memandangi pria itu. Ada empat orang, mereka duduk di
depan rumah, bermain kartu.
Salah satu dari mereka yang rambutnya gondrong dan sedang
menghisap rokok, bertanya kepada yang lainnya. “Tinggal berapa lama lagi?”
“60 menit sebelum matahari tenggelam, apakah kau akan
menyelamatkannya? Tuan yang baik hati,” jawab orang yang memakai kacamata,
diantara yang lainnya, hanya dia yang tidak terlalu memperhatikan pria itu.
“Tapi bukankah akan menarik jika kita tahu apa yang
menyebabkannya datang kemari?” seseorang dengan rambut tertarik ke belakang
dengan anting di telinga kirinya ikut ambil suara, “yah, walaupun, si prajuruit
tidak akan peduli, bukan begitu, prajurit?” orang itu menyindir orang berbadan
kekar yang dari tadi hanya fokus dengan kartu yang dipegangny. Dan dia tak
menanggapi sindiran orang dengan anting di telinga kiri.
“Dasar, kalian memang tidak pernah berubah, aku berhenti,
kalian lanjutkan sendiri,” orang dengan rambut gondrong itu berhenti bermain
kartu, tapi yang lain tidak terlalu menghawatirkannya. Orang dengan itu
memandangi pria itu lalu berkata, “Hei, kau yang berdiri di sana, apa kau bisa
ke sini?”
Tanpa berpikir panjang pria itu berjalan menuju empat orang
itu. “Maaf tuan, aku sedang berkelana, dalam perjalananku aku ingin membagikan
kebaikan, aku melakukan ini karena aku yakin bahwa aku mendapatkan pesan dari
Tuhan untuk membagikan kebaikan, dan hanya dengan kebaikan itulah kita semua
akan diselamatkan dari segala kesengsaraan di dunia ini,” ucapan pria itu
mengejutkan pria berkacamata dan tiga orang lainnya yeng sedang bermain kartu,
permainan berhenti sejenak.
“Oohhh...” ucap orang dengan anting di telinga kiri.
Sementara yang lainnya diam.
“Jadi dari mana kau berasal?” tanya orang berambut
gondrong.
“Aku berasal dari Nazareth” jawab pria itu.
“Nazaret...” orang berambut gondrong mencoba mengingat
sesuatu. Sementara yang lainnya kembali melanjutkan permainan, orang dengan
anting di telinga kiri tersenyum tipis, dua orang lainnya terdiam. Dan setelah
orang berambut gondrong berhasil mengingat sesuatu, dia berkata, “Aku mengerti
sekarang, tapi pria muda, kau masih muda, kau masih perlu belajar banyak
sebelum melakukan sesuatu, kebaikan misalnya. Kenapa aku berbicara seperti ini
karena, kami, di sebuah ruang yang disebut desa ini telah belajar banyak hal
dari kehidupan ini, dan kami yakin bahwa untuk hidup kita hanya harus berusaha
percaya kepada diri sendiri, bukan satu hal yang diluar kita,” ucapan panjang
lebar orang berambut gondrong itu mengejutkan pria itu.
“Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, tuan. Tapi,
tuan bilang aku harus belajar banyak, apakah maksud tuan, tuan menolak kebaikan
yang ingin aku berikan?”
“Singkatnya, iya”.
“Apakah tuan-tuan ini tidak takut dengan segala
kesengsaraan di dunia ini?”
“Jika tidak, memang kenapa?” tanya orang berkacamata sambil
meletakkan kartunya, tanda kalau dia berhenti bermain, sementara dua lainnya
tetap bermain, “Kau tidak bisa memberikan roti kepada orang yang tidak
membutuhkannya”.
“Baiklah, jika demikian, aku tidak akan memaksa kalian,
jika kalian memang tidak takut dengan kesengsaraan di dunia ini, mungkin ini
hanyalah sebuah rencana Tuhan untuk menguji perjalananku, dan suatu hari nanti
kalian akan sadar dengan kekuasaan Tuhan yang sesugguhnya.”
“Pelajaran pertama untuk para pengelana, jika kau tidak
memahami sebuah budaya, maka pahamilah dahulu, lalu kau bisa mengambil
kesimpulan, kau setuju atau tidak” sahut orang dengan anting di telinga kiri
yang masih bermain dengan orang yang dipanggilnya prajurit.
Pria itu sedikit tertekan dan bingung, “sebenarnya, siapa
kalian?”
Orang berambut gondrong menjawab, “Kami sama sepertimu,
pengelana, tapi dengan jarak tempuh dan waktu yang jauh dari batas-batas
pikiranmu. Kami telah melewati banyak kesengswaraan di dunia ini, setiap
pemberhentian adalah kesengsaraan yang baru, kami sudah berusaha untuk keluar
dari siklus ini dengan cara apapun, kami sudah berbuat baik, kami sudah
menyembah banyak Tuhan, tapi siklus tetap berlanjut tak berhenti.”
“Awalnya kami memang putus asa dengan kehidupan ini, tapi
bukan karena keputusasaan itu kami menolak kebaikanmu, ataupun Tuhanmu. Tapi
kami memiliki pandangan bahwa memang seperti inilah hidup, ada kebaikan ada
keburukan, ada kebahagiaan ada kesengsaraan. Pada umumnya manusia memiliki
kekuatan untuk merubah kehidupan, tapi kami tidak berdiri di posisi yang sama.
Dan yang bisa kami lakukan hanyalah bertahan saja”.
Pria itu terdiam, untuk beberapa saat dia kesulitan mencari
kata yang tepat untuk diucapkan, sampai muncul kata-kata, “mungkin aku terlalu
awal untuk datang, tapi...”
“Tidak, kau tidak datang terlalu awal, memang tidak ada awal
dan akhir di sini,” ucap si prajurit yang dari tadi diam.
“Astaga..aku semkin tidak mengerti apa yang kalian katakan”
“jika kau ingin mengerti atau tidak, itu masalahmu. Jika
kau tidak ingin memilih, maka yang kau perlukan hanyalah tidur.” ‘Deggh’ tiba-tiba
ada yang memukul leher pria itu dari belakang, lalu pria itu pingsan. Dan
ternyata orang yang memukulnya adalah si prajurit. Ia bergerak dengan cepat ke
belakang pria itu lalu langsung memukulnya.
Komentar
Posting Komentar