Langsung ke konten utama

Asing

Negara ini belum merdeka, selama orang orang di dalamnya belum bisa menguasai sumber daya alam di dalamnya. Karena kekayaan sumber daya alam di Negara ini masih di kelola orang asing (orang orang dari Negara lain). Pemerintah mengizinkan – mungkin juga menginginkan – kehadiran orang  asing itu.

Lantas kenapa kita tidak mengelola sumber  daya alam di Negara sendiri lalu menyatakan kemerdekaannya sekali lagi? Jujur saja, masalahnya tidak semudah itu untuk diselesaikan.

Saya menduga Negara ini kutukan. Kutukan itu bernama “Kutukan Sumber Daya.” Sepereti penjelasannya di Wikipedia, kutukan ini mengacu pada paradok bahwa Negara dengan daerah yang kaya akan sumber daya alam, cenderung mengalami pertumbuhan ekonomi yang lambat dan pembangunan yang lebih buruk ketimbang Negara dengan sumber daya alam yang langka.

Melihat kutukan yang seperti itu, lalu timbul pertanyaan di benak saya. Apakah ada harapan bagi Negara ini untuk menguasai sumber daya alamnya, jika pemerintah sudah memberi izin kepada orang-orang dari Negara lain untuk mengelola sumber daya alam Negara ini? Saya tidak tahu.

Bagaimana dengan pendidikan? Sepertinya pemerintah juga tidak melihat harapan padanya. Pikiran naïf saya mengatakan, bahkan orang orang yang mendapatkan pendidikan dan disebut “terdidik”, kebanyakan dari mereka lebih memilih bekerja di Negara lain. Iya, itu adalah pilihan mereka. Dan saya menyimpulkan, rasa cinta terhadap Negara maupun sikap nasionalisme itu pada kenyataannya hanyalah sebuah pilihan.

Lalu akankah kita hanya akan menunggu seorang pahlawan dari Negara sendiri untuk mengambil alih sumber daya alam di Negara ini dari penjajahan modern orang asing. Maaf saya terlalu berlebihan. Pahlawan yang ditunggu – dan akan diabaikan – itu tentu bukan saya. Jujur saja, saya tidak merasakan dampak dari pengelolaan sumberdaya alam oleh orang asing. Saya masih bisa makan, mandi tidur, dan bersekolah seperti orang normal lainnya. Mungkin pikiran saya tidak peka kalau saya sedang dijajah. 

Ah, begitulah Indonesia, orang orangnya – termasuk saya ­– hanya bisa mengandalkan orang lain dan berharap saja. Apakah kata kata saya hanya seperti tuduhan tanpa dasar yang jelas? Iya, jelas. Tapi saya hanya mencoba untuk jujur dengan diri sendiri, dengan pikiran, dengan perasaan saya melirik Indonesia ini.

Sepertinya benar yang di tulis Goenawan Mohamad dalam Catatan Pinggirnya yang berjudul drucker. “Kita tampaknya makin memerlukan para spesies baru –spesies perubahan. Tiap saat diam-diam ada yang berubah di dunia ini. Dan sejak itu, hidup manusia bakal tak bisa berulang lagi seperti hidup yang dulu. Tapi kita tak yahu pasti bagaimana.”

Komentar

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Lain Ibu Pedagang

Malam itu malam yang sebenarnya tak ingin kulalui dengan hal yang merepotkan. Maksudku, jalan-jalan malam, dan ngopi, di sekitar Yogyakarta. Selepas acara, mereka mengajakku, awalnya aku tidak ingin ikut, malas tentunya, tapi aku lupa kenapa tiba-tiba aku ikut. Tempatnya tak jauh, tinggal jalan lurus kea rah timur, lalu sampai, di alun-alun.

Memungkinkan Gerakan Bersama Melawan Pembungkaman Kebebasan Pers

World Pers Freedom Day, Malang 3 Mei 2019 Melihat kekerasan terhadap wartawan dari tahun ke tahun begitu mencemaskan. Aliansi JurnalisIndependen (AJI) mencatat ada 81 kasus di tahun 2016, 66 kasus di tahun 2017, 64 kasus di tahun 2018. Entah berapa nanti jumlah kasus di tahun 2019, yang pasti selama januari sampai juni 2019, AJI mencatat ada 10 kasus kekerasan terhadap wartawan. Tentu kecemasan ini tidak dilihat dari jumlah kasusnya yang menurun, tapi dari tiadanya upaya yang konkrit dari pemerintah untuk mencegah dan menyelesaikan kasus kekerasan terhadap wartawan.

Tulisan Kematianku

Aku akan menulis tentang kematianku. Aku mati di depan kampusku, di pagi hari pukul tujuh lewat 40 detik, tanggal dua november 2019. Ketika menyeberang di jalan, aku ditabrak dan dilindas truk dua kali. Yang pertama ban depan, lalu disusul ban belakang. Sebagian isi perutku keluar. Tentu bersama darah yang tumpah jalan. Saking terkejutnya, bola mataku melotot seperti mau keluar. Yang kulihat waktu itu hanyalah truk yang terus semakin menjauh dariku. Lalu semua menjadi gelap.