Susah rasanya menahan diri
untuk tidak keluar forum ketika forum itu tidak kondusif. Proses musyawarah
kota Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota Malang berjalan
lama dan alot.
Kebuntuan terjadi ketika
pemilihan Sekretaris Jenderal (Sekjend). Tiap Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)
mendelegasikan calon Sekjend. Tapi tiap LPM mendelegasikan anggota dari LPM
lain. Nah, perdebatan panjang mulai dari sini, ketika masing-masing LPM yang
anggotanya dicalonkan, menolak kalau anggotannya jadi Sekjend.
Debat mulai dari alasan
pribadi calon tidak mau jadi sekjend, alasan kalau calon itu masih dibutuhkan
di LPM masing-masing. Sampai membahas teori tentang ego, kepemimpinan, dan
konsep ideal pers mahasiswa. Dari malam sampai pagi ya yang dibahas itu saja.
Apalagi setiap mulai forum, selalu ada ritual kultural yang tanpa direncanakan
itu dilakukan oleh para pers mahasiswa. Namanya menunggu.
Bahkan sampai forum dijeda,
lalu dilanjutkan seminggu kemudian, ya sama saja yang terjadi. Menunggu,
menunggu dan menunggu. Ritual ini pun diisi dengan makan camilan, minum, ngopi,
ngobrolin apapun, atau main game tebak-tebakan. Ada juga yang baca buku
sendiri, main hape sendiri, menunggu sendiri, da nada juga yang keluar-keluar
forum sendiri.
Saya termasuk yang keluar
forum itu. Karena saya tak bisa menahan diri. Pertanyaan yang saya jadikan
judul di atas selalu menghantui pikiran saya. Kita ini sedang “Berjejaring atau
Terjebak dalam Jaring?”
Egois memang. Seperti tak
menghargai usaha pengurus PPMI sebelum-sebelumnya yang sudah jatuh bangun
membangun dan mempertahankan budaya saling berjejaring dan menguatkan. Tapi ketika
dipikir-pikir, usaha dan kemauan untuk berjejaring dan saling menguatkan tidak
akan bisa berkembang kalau kita tidak segera menyadari, bahwa kita ini sedang
terjebak dalam jaring yang kita ciptakan sendiri.
Kalau memang kita ingin
berjejaring dan saling menguatkan, apa tidak cukup dengan berjejaring dan
saling menguatkan saja? Ya, di satu sisi kita membutuhkan sosok pemimpin yang
mampu menjadi, panutan, pembimbing, pengarah, pemersatu dan lain sebagainya.
Dan tanpa sosok itu, sebuah perhimpunan tidak akan berjalan. Ketika perhimpunan
tidak berjalan, budaya saling berjejaring dann menguatkan akan jauh dari kata
mungkin.
Lha, di saat seperti inilah,
seyogyanya kita menanyakan kepada diri kita sendiri, “yang kita butuhkan itu
berjejaring atau sosok pemimpin?”
Saya keluar dari forum, bukan
berarti saya menolak konsep berjejaring, perhimpunan, maupun sosok Sekjend
sebagai pemimpin. Saya hanya tak bisa menahan diri ketika pertanyaan-pertanyaan
itu selalu menghantui saya. Apalagi saya punya deadline menulis yang
harus saya capai.
Dan untuk teman-teman semua,
maaf, saya tidak bisa berkontribusi dalam forum, atau hal-hal formal lainnya.
Tapi saya akan mengusahakan untuk berkontribusi dalam hal-hal lain yang
sekiranya sanggup saya lakukan.
“Tim bukanlah tempat untuk
berkerjasama, tapi karena kita saling bekerjasama, maka terbentuklah sebuah tim.”
Kiyoshi Teppei.
Komentar
Posting Komentar