Sebuah pengantar
Perlu
diketahui kalau jurnalisme kritis itu bukanlah sebuah genre jurnalisme. Ia
hanyalah perpaduan antara jurnalisme dengan teori kritis dari aliran filsafat
mazhab kritis (Adorno, Horkheimer,
Marcuse, Habermas). Mahzab ini sering dibandingkan atau dilawankan dengan yang
namanya aliran positivis (Emile Durkheim, Max Weber, Auguste Comte). Kalau
kita belajar filsafat mazhab kritis, kita akan tahu bahwa perbandingan antara
positivis dan kritis ini mengacu pada penolakan para pemikir di mazhab kritis
terhadap filsafat/ilmu positivis. Kenapa ditolak? Bagi pemikir mazhab kritis,
ilmu positivis telah gagal membawa kesejahteraan kepada manusia.
Memang
ilmu positivis telah melahirkan kemajuan dalam peradaban manusia. Adalah
teknologi yang memberikan kemudahan manusia dalam mencapai tujuannya. Namun,
ilmu positivis menyebabkan kerusakan lingkungan, juga ketimpangan sosial.
Karena Jurnalisme Kritis (sampai saat ini) bukanlah
sebuah genre jurnalisme, ia hanya mampu diasimilasikan ke ranah paradigm, juga pisau
bedah si jurnalis. Dalam praktik jurnalisme, ia dipraktikkan dalam bentuk outline
berita.
Sebelum masuk ke pembahasan outline kita harus
memahami apa itu paradigma kritis atau yang disebut Eriyanto sebagai wacana
kritis. Serta yang membedakan antara paradigma positivis dan kritis ketika
memandang apa yang kita sebut sebagai media.
Wacana Kritis
Wacana kritis termasuk dalam paradigma kritis.
Paradigm ini mempunyai Paradigma tertentu bagaimana media, dan pada akhirnya beritaharus
dipahami dalam keseluruhan proses produksi dan struktur sosial. Paradigma
kritis yang sering dilawankan dengan Paradigma positivis (Eriyanto menyebutnya
sebagai Paradigma pluralis) ini memperhitungkan filosofi media dan Paradigma
bagaimana hubungan antara media, masyarakat.
Pertama kita pahami dulu tentang Paradigma pluralis.
Inti dari paradigm ini adalah kepercayaan bahwa masyarakat adalah wujud dari
konsensus dan keseimbangan. Masyarakat dilihat sebagai suatu kelompok yang
kompleks di mana terdapat berbagai kelompok social yang berpengaruh dalam suatu
system dan pada akhirnya mencapai keseimbangan.
Kedua, Paradigma kritis. Paradigma ini dipengaruhi ole
hide dan Paradigma Marxis yang melihat masyarakat sebagai suatu system kelas.
Masyarakat dilihat sebagai suatu system dominasi dan media adalah salah satu
bagian dari system dominasi tersebut.
Nah, trus apa hubungannya paradigma ini dengan media?
Paradigma kritis mempunyai Paradigma tersendiri
terhadap berita, yang bersumber nagaimana berita tersebut diproduksi dan
bagaimana kedudukan wartawan dan media, bersangkutan bersangkutan dalam
keseluruhan proses produksi berita. Lebih spesifiknya ada empat pokok yang
menjadi sasaran paradigm itu. Fakta, posisi media, posisi wartawan, dan hasil
liputan.
Fakta
Paradigma pluralis melihat adanya fakta yang nyata
yang diatur oleh kaidah-kaidah tertentu yang berlaku universal. Berita, alam
Paradigma pluralis, adalah cermin dan refleksi dari kenyataan. Oleh karena itu,
berita haruslah sama dan sebangun dengan fakta yang hendak diliput. Nah, Hal
ini bertolak belakang dengan paradigma kritis. Ia melihat fakta merupakan hasil
daril dari proses pertarungan antara kekuatan ekonomi, politik dan social yang
ada dalam masyarakat. Berita tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari
realitas, karena berita yang terbentuk hanya cerminan dari kepentingan dominan.
Posisi Media
Dalam paradigma pluralis, media adalah sarana yang
bebas dan netral tempat semua kelompok masyarakat saling berdiskusi. Media juga
menggambarkan diskusi apa yang ada dalam masyarakat. Berbeda dengan paradigma
kritis yang melihat media hanya dikuasai oleh kelompok dominan dan menjadi
sarana untuk meminggirkan kelompok lain.
Posisi Wartawan
Posisi wartawan dilihat dari paradigm pluralis,
memiliki peran sebagai pelapor. Nilai dan ideologi wartawan beraada di luar
proses peliputan berita. Tujuan wartawan dalam meliput dan menulis beritapun
adalah proses menjelaskan realitas apa adanya. Sementara posisi wartawan jika
dilihat dari paradigm kritis, memiliki pern sebagai partisipan dari suatu
kelompok di masyarakat. Nilai dan ideologi wartawan tidak dapat dipisahkan dari
proses peliputan dan pelaporan suatu berita. Dan tujuan peliputan atau
penulisan berita adalah pemihakan suatu kelompok.
Hasil Liputan
Perbedaan antara pendekatan pluralis dan kritis dalam
memahami berita, mengakibatkan pula perbedaan dalam hal bagaimana hasil kerja
wartawan seharusnya dinilai. Dalam paradigma pluralis, ada standar yang baku
untuk menilai hasil kerja jurnalistik. Standard baku itu seperti peliputan yang
berimbang, dua sisi, netral, dan objektif (menyingkirkan opini dan pandangan
subjektif). Konsep penilaian ini disangkal oleh paradigm kritis. Paradigma
kritis melihat bahwa hasil kerja jurnalistik mencerminkan ideology wartawan dan
kepentingan social, ekonomi, atau politik tertentu. Hasil kinerja jurnalistik
tidak mungkin objektif, karena wartawan adalah bagian dari kelompok social
tertentu.
Selesai...Pusing gak? Hehehe...
Nah, sebenarnya wacana/paradigma kritis ini digunakan
untuk melihat pola produksi berita yang berkaitan dengan kekuasaan dibalik
produksi berita itu sendiri. Artinya, paradigma kritis lebih sering digunakan
sebagai metode membaca berita. Oleh si pembaca tentunya.
Seperti yang ditulis di awal tadi bahwa wacana kritis
ketika diasimilasikan atau dikonfersikan ke dalam kerja jurnalistik oleh
wartawan, muncullah apa yang disebut sebagai outline jurnalisme kritis. Dalam
beberapa perkembangan dari percobaan yang dilakukan oleh beberapa teman,
hasilnya outline jurnalisme kritis haruslah mencangkup beberapa pokok.
Diantaranya fenomena/kebenaran umum, ketimpangan, system yang menimpangi, pihak
yang menimpangi (dominan), pihak yang ditimpangi, peta ketimpangan,
keberpihakan wartawan, dan wacana tandingan.
Apa lagi itu? Mari kita outline... hehehe...
*Pengantar ini disampaikan di diklat jurnalistik LPM Canopy
JOIN NOW !!!
BalasHapusDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.name
dewa-lotto.cc
dewa-lotto.vip